Kamis, 06 Februari 2014

Cerpen anakku. Dimuat di Koran PR, 2 Februari 2014


Penari Kecak
Karya: Rianita Wulandari Arief Nadea
                Aku bangun dari tidurku. Hari ini hari Selasa. Aku bergegas dari ranjangku menuju kamar mandi untuk segara mengambil air wudhu dan melakukan sholat.
                “Teh, cepet mandinya, ya. Kan mau sarapan.” Teriak Mama.
                “Iya, Ma.” Kataku dari dalam kamar mandi.
Setelah beres mandi aku segera ke luar dari kamar bernomor 402. Kamar tempat aku menginap selama berada di Bali. Tepatnya di Hotel Nirmala lantai 2.
                Yang dituju saat ini adalah lantai 5. Dimana aku dan keluargaku dapat menikmati hidangan yang tersaji. Aku dan adikku memilih bubur soto dan air teh. Semenatara Mama dan Nenek memilih nasi, sayur, telur, daging, dan air teh.
                “Mah sekarang kita mau ke mana?”
                “Ke GWK.”
                “Apa itu GWK?”
                “Garuda Wisnu Kencana, disana kamu dapat melihat patung raksasa.”
                “Wah asiiik.”
                “Makanya cepat habiskan makanannya, nanti telat. Malu sama orang lain, kalau kita telat. Ngak enak ditungguin orang lain di bis.”
                “Baik, Ma.“ Kataku dengan segera menyuapkan nasi.
                Setelah beres makan. Aku segera menuju lantai 1. Apalagi saat itu sudah ada pengumuman, bahwa bis yang akan mengantar kami ke GWK sudah datang dan menunggu kami di bawah.
                “Teh awas, nanti di GWK Teteh jangan kebanyakan jajan yah?”
                Aku hanya tersenyum.
                “Ingat belanja seperlunya. Jangan menghamburkan uang.” Kembali Mama berkata ketika aku diam saja.
                “Iya, Ma....”
                Tidak terasa akhirnya kami sampai juga  GWK. Dan benar saja di sana kami dapat melihat patung yang sangat besar. Cuma belum selesai, karena masalah biaya. Untuk sampai di sama, kami harus berjalan melewati tangga, kurang lebih 50 anak tangga. Duh, cape rasanya. Tapi demi keinginan melihat patung, aku terpaksa menguatkan diri.
Tapi yang membuatku kesal adalah ketika baru saja kami sampai dan melihat patung tersebut adikku nangis, karena ingin pipis.
“Nanti saja, ya, De. Sebentar lagi.” Aku membujuk adikku yang tetap menangis.
“Iya. Ayo cepat. Sini Mama gendong.”
“Uh. Kamu....” Kataku, memandang kesal pada adikku yang digendong Mama. Kalau tidak takut dimarahi Mama, ingin sekali aku nyubit dia.
Akhirnya acara melihat patung GWK pun selesai dengan waktu yang sangat singkat. Karena aku, Mama, Ade, dan Nenek turun duluan untuk mencari WC. Sementara yang lain tetap di atas. Main, kemudian foto bersama. Sebel sekali.
Acara kunjungan terakhir di hari ini adalah menyaksikan para penari di Amphiteater, masih berada di seputar GWK. Acara yang selalu dinanti para pengujung, karena dapat menghibur. Khususnya dapat melihat Tari Kecak. Acaranya digelar setiap jam 18.30 sampai 19.30.
Yang paling menarik pada acara ini adalah karena Pak Ecep, temennya Mama, diajak menari oleh sang penari kecak. Pak Ecep pun terpaksa mau ikut, karena tanganya ditarik terus oleh penari tersebut. Ia tak bisa menolaknya.
Walau tak bisa, Pak Ecep mengikuti tarian yang digerakan sang penari. Tangan Pak Ecep naik turun, pun kepalanya bergoyang-goyang ke kiri ke kanan mengikuti irama. Tak lupa mata Pak Ecep ikut bergerak ke sana kemari, membuat penonton tertawa karena lucu.
Lama-lama Pak Ecep menjadi bisa menari. Sedang asiknya menari, tiba-tiba kaki Pak Ecep nyangkut pada ujung celana bawahnya. 
Bruug.... Pak Ecep jatuh di atas panggung. Penonton bersorak riuh.
“Haha... penari kecaknya jatuh.”

                                                                                                Pengirim:
                                                                                                Rianita Wulandari Arief Nadea
                                                                                                SDN Raya Barat Kelas 5B
                                                                                              

               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar