Penari
Kecak
Karya:
Rianita Wulandari Arief Nadea
Aku
bangun dari tidurku. Hari ini hari Selasa. Aku bergegas dari ranjangku menuju
kamar mandi untuk segara mengambil air wudhu dan melakukan sholat.
“Teh,
cepet mandinya, ya. Kan mau sarapan.” Teriak Mama.
“Iya,
Ma.” Kataku dari dalam kamar mandi.
Setelah beres mandi aku segera ke luar dari kamar
bernomor 402. Kamar tempat aku menginap selama berada di Bali. Tepatnya di
Hotel Nirmala lantai 2.
Yang
dituju saat ini adalah lantai 5. Dimana aku dan keluargaku dapat menikmati
hidangan yang tersaji. Aku dan adikku memilih bubur soto dan air teh.
Semenatara Mama dan Nenek memilih nasi, sayur, telur, daging, dan air teh.
“Mah
sekarang kita mau ke mana?”
“Ke
GWK.”
“Apa
itu GWK?”
“Garuda
Wisnu Kencana, disana kamu dapat melihat patung raksasa.”
“Wah
asiiik.”
“Makanya
cepat habiskan makanannya, nanti telat. Malu sama orang lain, kalau kita telat.
Ngak enak ditungguin orang lain di bis.”
“Baik,
Ma.“ Kataku dengan segera menyuapkan nasi.
Setelah
beres makan. Aku segera menuju lantai 1. Apalagi saat itu sudah ada pengumuman,
bahwa bis yang akan mengantar kami ke GWK sudah datang dan menunggu kami di
bawah.
“Teh
awas, nanti di GWK Teteh jangan kebanyakan jajan yah?”
Aku
hanya tersenyum.
“Ingat
belanja seperlunya. Jangan menghamburkan uang.” Kembali Mama berkata ketika aku
diam saja.
“Iya,
Ma....”
Tidak
terasa akhirnya kami sampai juga GWK.
Dan benar saja di sana kami dapat melihat patung yang sangat besar. Cuma belum
selesai, karena masalah biaya. Untuk sampai di sama, kami harus berjalan
melewati tangga, kurang lebih 50 anak tangga. Duh, cape rasanya. Tapi demi
keinginan melihat patung, aku terpaksa menguatkan diri.
Tapi yang membuatku kesal adalah
ketika baru saja kami sampai dan melihat patung tersebut adikku nangis, karena
ingin pipis.
“Nanti saja, ya, De. Sebentar
lagi.” Aku membujuk adikku yang tetap menangis.
“Iya. Ayo cepat. Sini Mama
gendong.”
“Uh. Kamu....” Kataku, memandang
kesal pada adikku yang digendong Mama. Kalau tidak takut dimarahi Mama, ingin
sekali aku nyubit dia.
Akhirnya acara melihat patung GWK
pun selesai dengan waktu yang sangat singkat. Karena aku, Mama, Ade, dan Nenek
turun duluan untuk mencari WC. Sementara yang lain tetap di atas. Main,
kemudian foto bersama. Sebel sekali.
Acara kunjungan terakhir di hari ini
adalah menyaksikan para penari di Amphiteater, masih berada di seputar GWK.
Acara yang selalu dinanti para pengujung, karena dapat menghibur. Khususnya
dapat melihat Tari Kecak. Acaranya digelar setiap jam 18.30 sampai 19.30.
Yang paling menarik pada acara ini
adalah karena Pak Ecep, temennya Mama, diajak menari oleh sang penari kecak.
Pak Ecep pun terpaksa mau ikut, karena tanganya ditarik terus oleh penari
tersebut. Ia tak bisa menolaknya.
Walau tak bisa, Pak Ecep mengikuti
tarian yang digerakan sang penari. Tangan Pak Ecep naik turun, pun kepalanya
bergoyang-goyang ke kiri ke kanan mengikuti irama. Tak lupa mata Pak Ecep ikut
bergerak ke sana kemari, membuat penonton tertawa karena lucu.
Lama-lama Pak Ecep menjadi bisa menari.
Sedang asiknya menari, tiba-tiba kaki Pak Ecep nyangkut pada ujung celana
bawahnya.
Bruug.... Pak Ecep jatuh di atas
panggung. Penonton bersorak riuh.
“Haha... penari kecaknya jatuh.”
Pengirim:
Rianita
Wulandari Arief Nadea
SDN
Raya Barat Kelas 5B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar