Senin, 24 Februari 2014

Cerpen Anak, Dimuat di Radar Bojonegoro 9 Februari 2014


Bubu Gajah yang Baik Hati
Oleh: Nina Rahayu Nadea

            Di pagi hari yang sangat cerah Bubu Gajah  ke luar dari rumahnya. Ia berniat berjalan-jalan sambil menghirup  udara pagi yang segar. Dengan lincah ia berlari kecil sambil  sesekali bersiul riang. Tiba-tiba jalannya terhenti, ketika dilihatnya teman-teman sebayanya sedang bermain.  Ada Beaver si  berang-berang, Bear Beruang,  juga Monkey Monyet yang saat itu sedang bermain petak umpet.
            “Hai ikutan dong....!” Bubu tersenyum ramah.
            “He...he... ada mahluk asing, si hidung panjang,” Beaver  menjauh dari Bubu yang mendekatinya.
            “Iya ayo kita bubar,” Monkey berteriak keras.
            Menyadari kehadirannya tak diinginkan oleh mereka, Bubu segera meninggalkan tempat mereka bermain. Hatinya begitu pedih. Entahlah, mengapa semua begitu membencinya. Padahal selama ini Bubu senantiasa berbuat baik bahkan senantiasa tersenyum ramah pada mereka. Tapi mereka senantiasa mengacuhkan dirinya. Kehadirannya senantiasa dianggap angin lalu saja.
            Bubu menyadari hidung panjangnya lah yang senantiasa menjadi masalah. Kini Bubu memilih duduk menyendiri di dekat sebuah kolam yang airnya jernih. Di atas kolam ia memerhatikan wajahnya yang memang lain dari yang lain. Telinga yang sangat lebar dan hidung yang sangat panjang senantiasa membuat teman-teman mengolok dirinya.
            Di tengah kesedihannya, sesekali terdengar teriak kegirangan dari Beaver, Bear serta binatang lain yang saat itu bermain di dekat rumah Beaver. Dilihatnya ibu Beaver yang sibuk menyuguhi mereka dengan makanan.
            Ah, andai aku punya ibu, batin Bubu. Matanya tiba-tiba berkaca-kaca mengenang ayah ibunya yang sudah tiada.
            “Api...api...!”
            “Tolong anak bayiku!” ibu Beaver berteriak.
            Bubu melihat ke arah keributan. Dilihatnya api menyala membakar rumah Beaver. Dengan segera Bubu menjulurkan belalai panjangnya. Kemudian tanpa ragu ia mengguyurkan air ke arah rumah Beaver yang jaraknya tidak terlalu jauh dengannya. Api yang menjalar rumah Beaver sudah membesar dan untuk memudahkan memadamkan api yang berkobar, Bubu harus bolak-balik dari kolam ke tempat Beaver berkali-kali supaya apinya cepat padam.
            Beruntung api akhirnya mati. Walaupun Bubu merasakan kelelahan yang teramat sangat dari badannya, tapi hatinya begitu bahagia karena ternyata belalainya mampu menjadi penolong untuk teman-temannya. Ia bersandar di tepi pohon sambil matanya memandang  langit yang cerah. Dilihatnya ibu Beaver dan teman-temannya yang juga kelihatannya bahagia.  Sebenarnya Bubu ingin melepaskan lelah lebih lama di bawah pohon rindang tersebut. Tetapi teringat akan kelakuan Beaver sewaktu tadi, ia menyurutkan niatnya. Ia berdiri, dan berjalan menjauhi rumah Beaver.
            “Bubu...Bubu,” tiba-tiba dari belakang terdengar memanggilnya.
            Bubu berhenti, dipasangnya telinga lebar-lebar, takut salah dengan pendengarannya.
            “Bubu...Bubu, kemarilah,” benarkah Beaver memanggilnya? Hati kecilnya dipenuhi tanya.
            Bubu membalikan badannya. Dilihatnya Beaver, Bear, Monkey telah berdiri.
            “Bubu makasih kau telah menolong kami,” Beaver berkata.
            “Sama-sama,” Bubu segera melangkah menjauh dari mereka. Ia tak mau, kata-kata yang biasa mengoloknya akan menyakitinya kembali.
            “Bubu maukah kau bermain bersama kami?” Bear mendekati Bubu.
            “Benar Bubu, ayolah main bersama,” Beaver berkata kembali.
            Bubu tertegun, hatinya seakan tidak percaya.
            “Maukan Bubu?” Beaver  bertanya.
            “Benarkah? Benarkah kalian mengajakku bermain?” Bubu tak yakin dengan ajakan teman-temannya.
            “Benar Bubu. Ternyata selama ini kami telah salah menilaimu. Ternyata kau sangat baik. Selama ini kami takut dengan belalai panjangmu. Tapi ternyata semua salah, ternyata belalaimu mampu menolong kami. Ayo main bersama kami.”
            “Horee...” Bubu berteriak girang.

1 komentar:

  1. ceritanya keren! terimakasih ilmunya kak nina. kalau boleh tahu, ketentuan mengirim cernak ke radar itu berapa halaman dan berapa spasi yah?

    BalasHapus