Kamis, 01 Mei 2014

Cernak, dimuat di Harian Analisa Medan. 13 April 2014


Hadiah dari Jujur
Oleh: Nina Rahayu Nadea

                “Risma, Minggu depan kamu akan mewakili sekolah untuk lomba.”
                “Lomba apa?”
                “Lomba membuat hasta karya. Dan Ibu sengaja memilihmu, karena kamu pasti bisa?”
                “Ehm, tapi buat apa yah?”
                “Buat bros saja seperti yang kau bawa. Ingat lakukan yang terbaik yah, Ibu percaya padamu.” Bu Nani meninggalkan Risma.
*
                “Ris bolehkah aku ke rumahmu sekarang?” ujar suara dari sebrang sana.
                “Maaf, Mey. Aku lagi di luar. Lagi jalan-jalan sama Mama.”
                Teman-teman sekelas Risma merasa aneh dengan kelakuan Risma akhir-akhir ini. Risma tak mau main bareng, tak pernah ngerumpi lagi. Setiap pulang selalu terburu-buru. Ada apa yah? Apa kita berbuat salah?  Semua mengira-ngira gerangan yang terjadi. Biasanya setiap pulang sekolah mereka pulang bersama atau jajan dulu ke kantin. Tapi kini, setip bel berbunyi Risma langsung kabur tanpa alasan. Setiap di telepon ada saja alasannya. Jalan-jalanlah, ada saudara lah. Ah, pokoknya menyebalkan.
                “Hus, sudah dari tadi ngegosip saja?” Suara Bu Nani dari belakang membuyarkan perkataan mereka.
                “Ini, Bu. Kita aneh dengan sikap Risma akhir-akhir ini. Ia selalu menghindar dan tak pernah lagi jalan bareng. Ia selalu pulang duluan. Padahal kita ngak punya salah.” Meymey berkata.
                “Ah mungkin dia lagi sibuk.” Bu Nani tersenyum memandang anak didiknya.
                “Aku juga ngerti, Bu. Dia itu sibuk memersiapkan lomba. Kita itu hanya ingin ngobrol dan memberi dukungan saja.”
                “Sudah jangan dipikirkan. Yang penting kita doakan, supaya Risma dapat memenangkan perlombaan itu. Mungkin dia stres memikirkan lombanya. Justru kalian harus memberinya kesempatan, mendukung yang dia lakukan. Jangan sampai berburuk sangka.”
*
Dengan sabar dan teliti Risma memasukan benang itu ke manik-manik. Mengikuti gerakan mamanya. Tak bosan, hingga berhari-hari.
                “Tuh hasilnya kan bagus?” Mama memuji bros buatan Risma. “Makanya harus rajin yah, supaya bisa membuat yang lebih bagus. Kuncinya adalah mau belajar dan tidak bosan,” Mama memegang tangan Risma.
                “Iya, Ma. Pokoknya mulai sekarang Risma akan rajin membantu.”
*
                “Mau ke mana, Ris?”
                “Mau pulang duluan, Bu.”
                “Kenapa sakit?”
                “Iya sedikit ngak enak badan.”
                “Ya sudah. Nanti Ibu kabarin hasilnya.”
                Risma mengangguk tak berani menatap Bu Nani. Sepanjang perjalanan ia cemberut saja. Riris, kakaknya pun tak berani berkomentar. Lebih memilih untuk diam.
                “Wah kenapa pulang lebih awal?” Mama menyapa, ketika Risma berada di ambang pintu.
                Risma tak menjawab. Malah  menangis.
                “Kenapa menangis?”
                “Risma malu. Padahal selama ini selalu membanggakan diri. Bahwa bros yang Risma bawa ke sekolah adalah buatan sendiri. Padahal itu buatan Mama.” Risma membenamkan wajahnya ke pelukan Mama.
                Mama hanya tersenyum membelai kepala Risma. “Tapi yang penting kau telah bekerja keras dan berusaha, iya kan?”
                “Maafkan Risma ya, Ma. Sudah mengaku buatan Mama adalah hasil karyaku.” Risma semakin menangis.
                “Sudahlah yang penting kau mau berlaku jujur dalam lomba. Kau membuatnya sendiri. Oh iya, tadi ada telepon dari Bu Nani, tapi tidak keburu diangkat. Teleponlah, Ris.”
                “Malu.”
                “Jangan malu. Berkatalah jujur.”
                Tanpa menunggu ucapan Risma. Mama memijit nomor HP Bu Nani dan memberikannya pada Risma.
                “Bu, maafkan Risma, yah?”
                “Maaf kenapa?”
                “Risma telah membohongi Ibu. Bros yang selama ini dibawa ke sekolah itu bukan buatanku tapi buatan Mama.” Suara Risma basah karena air mata.
                “Ngak apa-apa. Kau sudah menebus kesalahan dengan bekerja keras, berlatih setiap hari.”
                Koq ibu tau?”
                “Karena mamamu pernah datang ke rumah. Dan bercerita banyak tentangmu. Dan tau hadiahnya?”
                “Hadiah apa, Bu?”
                “Hadiah untuk anak jujur sepertimu.”
                “Maksud Ibu?”
                “Karyamu terpilih juri sebagai pemenang tiga dalam perlombaan tadi. Selamat ya, Ris.”
***
                http://m.analisadaily.com/news?r=21704#.U2JQ9XvZ_mc.facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar