Selasa, 21 Oktober 2014

Tekhnologi dan Kebebasan

Artikel ini dimuat di Majalah Potret, Banda Aceh. Edisi Oktober 2014. :)

Tekhnologi dan Kebebasan
Oleh: Nina Rahayu Nadea

            Tak dipungkiri keberadaan tekhnologi yang semakin canggih memudahkan kita mendapatkan informasi terkini. Up to date. Dengan gampangnya  membaca, melihat dan menonton apapun yang ada dalam media tersebut. HP yang canggih, i-pad, tablet yang dengan bebas dibawa anak untuk kemajuan dan supaya tidak ketinggalan jaman. Mereka menjadikan benda tersebut layaknya sahabat, yang selalu dibawa ke mana pun. Tak mau sedetik pun ketinggalan Di tempat tidur, di ruang makan, saat menonton televisi, benda ini selalu ada di sisinya.
            Mereka lupa bahwa di sekeliling mereka ada mahluk sosial yang sama membutuhkan. Tapi apa benar begitu? Sementara lingkungan yang lain pun sama. Sama sibuknya menikmati gadget, menikmati tehknologi tanpa pernah memikirkan kembali sosialisasi di sekitarnya.
            Pun di lingkungan sekolah. Kehadiran gadget dan sejenisnya telah membuat khawatir para guru. Seringkali mereka menelan ludah dan merasakan was-was berlebih dengan prilaku anak-anak yang cenderung ‘kurang tatakrama, kurang disiplin’.  Kendati larangan membawa HP dan sejenisnya jelas tertera di tata tetib. Tapi tetap saja kecolongan. Betapa tidak keberadaan tekhnologi ini telah membuat anak-anak bersifat individualisme terfokus untuk gadget dan tak mau menerima saran dari orang lain.
Kekhawatiraan Orang tua
            Keadaan sekitar dan situasi yang memang membuat ragu orang tua untuk melepas anak begitu saja. Orang tua khawatir tentang keadaan anak ketika berada di luaran. Perlu adanya alat komunikasi, perlu sarana yang dapat memudahkan mereka memantau anak-anak. Sehingga pada akhirnya memutuskan untuk memberikan HP.
            Situasi yang kemudian menyebabkan anak asik dengan komunikasinya, tanpa pernah sungkan atau tanpa pernah takut untuk bepergian karena dapat berkomunikasi dengan HP tersebut.
            Tapi banyak diantara anak yang ingin memiliki alat komunikasi hanya untuk bergaya-gaya, tidak mau disebut anak kampungan karena tidak mengenal tekhnologi. Coba tengok saja anak- anak sekarang. Kebanyakan mereka akan berontak dan menolak ketika orang tua memberikan HP yang biasa saja, dengan fasilitas SMS dan telepon. Untuk mencari informasi, supaya tidak ketinggalan jaman, itulah rengekan pada orang tua agar dibelikan barang yang lebih canggih.
            Ada banyak pemikiran yang menyebabkan  orang tua pada akhirnya mengabulkan keinginan anak. Takut anaknya minder, tidak punya teman, berlaku nekad itu beberapa alasan sehingga tanpa berfikir dua kali mereka mengabulkan keinginan anaknya tersebut.
            Alasan lain dari orang tua adalah karena anaknya takut main di luar rumah, takut terbawa arus jika keinginanya ditolak. Tapi apa kenyataannya? Banyak anak yang kemudian semakin asik sendiri dengan HP. Banyak anak yang kemudian tergerus dan semakin tertarik untuk  melihat gambar-gambar unik di dalamnya.
            Gambar unik? Nah ini yang biasanya awal dari keinginan para remaja melakukan sesuatu. Melihat gambar unik biasa itu tidak masalah tapi ketika anak dituntut untuk melihat gambar yang bukan waktunya. Gambar pornografi itulah yang biasanya membuat anak ketagihan dan kemudian kembali melihat foto-foto tersebut.
            Kekebasan yang diberikan orang tua, dimanfaatkan anak untuk melihat hal-hal yang sebenarnya tidak patut. Secara, banyak anak di usia seperti itu yang mempuyai perasaan yang tinggi, ingin melihat dan melihat lebih jauh. Dan mirisnya lagi banyak anak yang kemudian melakukannya. Astagfirullah.
            Tak heran jika kemudian anak semakin berani menonton, melakukan berduaan dengan pasangannya. Yang lebih mengkhawatirkan adalah banyak mereka yang melakukannya di tempat warnet, di tempat terbuka yang seharusnya dijadikan untuk umum malah dijadikan tempat untuk berpacaran.
            Yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika anak SMP yang secara terbuka, secara terang-terangan menggandeng atau mencium pasangannya di depan umum. Apakah ini bukan suatu pertanda merosotnya nilai-nilai akhlak? Mereka sudah  tidak lagi memandang siapa yang di sekelilingnya. Rasa malu sudah luntur. Ini terbalik, malah orang yang melihat mereka malu, sementara yang melakukannya hanyalah cuek bebek dengan sekelilingnya. Asik dengan dunianya, asik dengan yang dilakukannya. Pengaruh tekhnologi memang luar biasa.
Yang harus dilakukan orang tua?
Pengawasan. Sedari awal orang tua seharusnya mempertimbangkan masak-masak ketika memfasilitasi anak dengan HP yang canggih. Biarlah  sebagai orang tua dikatakan kolot, dikatakan tidak mengikuti trend, tidak mengikuti jaman, jika pada akhirnya anak yang menjadi korban.
            Berilah anak dengan fasilitas HP, biasa saja. tanpa ada fasilitas lain yang kemudian menggiring mereka melakukan hal-hal negatif. Apalagi ketika anak belum cukup umur. Karena secara pada kenyatannya, kini banyak sekali disaksikan anak TK, anak SD. Mereka terbiasa membawa tablet, memakai blackberry dan lainnya. Apa itu tidak berpengaruh terhadap kestabilan emosinya? Psikologisnya terganggu? Ketika tiba-tiba saja melihat foto atau apalah yang belum pantas untuk dilihatnya.
            Berikan anak, barang yang sesuai kebutuhannya umurnya. Ketika anak dianggap sudah stabil, sudah pandai memiih mana yang baik dan mana yang benar. Sudah pandai untuk menolak sebuah ajakan yang pada nantinya akan menggiring mereka pada hal yang negatif.
            Sebagai orang tua, selalu terbuka pada anak. Ajaklah mereka selalu untuk berkomunikasi dan berkomunikasi. Jauhkanlah gadget, HP atau semacamnya, ketika berkumpul bersama. Luangkan waktu untuk selalu bercengkrama dengan mereka. Tidak asik bukan, ketika acara bersama, bertatap muka, tetapi kenyataannya malah mereka asik dengan gadget masing-masing. Asik dengan teman mayanya masing-masing. Maksimalkanlah semua pertemuan yang dimiliki dengan leluasa. Pastikan anak-anak begitu membutuhkan orang tua. Berbicara dan bercengkrama itu indah, apalagi ketika anak-anak didera masalah. Siapa lagi yang akan membantu melapangkan hatinya, kalau bukan kita sebagai orang tua. Jangan sampai anak terbuka pada yang lain. Sementara pada orang tua begitu tertutup. Jadilah orang tua sebagai teman curhatnya. Orang tua adalah teman dan sahabat untuk mereka.***

Nina Rahayu Nadea, lahir di Garut-Jawa Barat. Tulisannya dimuat di berbagai media. Twitter; @NinaRahayuNadea. Blog: www.ninarahayunadea.blogspot.com  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar