Tekhnologi
dan Kebebasan
Oleh:
Nina Rahayu Nadea
Tak dipungkiri keberadaan tekhnologi
yang semakin canggih memudahkan kita mendapatkan informasi terkini. Up to date. Dengan gampangnya membaca, melihat dan menonton apapun yang ada
dalam media tersebut. HP yang canggih, i-pad, tablet yang dengan bebas dibawa
anak untuk kemajuan dan supaya tidak ketinggalan jaman. Mereka menjadikan benda
tersebut layaknya sahabat, yang selalu dibawa ke mana pun. Tak mau sedetik pun ketinggalan
Di tempat tidur, di ruang makan, saat menonton televisi, benda ini selalu ada
di sisinya.
Mereka lupa bahwa di sekeliling
mereka ada mahluk sosial yang sama membutuhkan. Tapi apa benar begitu?
Sementara lingkungan yang lain pun sama. Sama sibuknya menikmati gadget,
menikmati tehknologi tanpa pernah memikirkan kembali sosialisasi di sekitarnya.
Pun di lingkungan sekolah. Kehadiran
gadget dan sejenisnya telah membuat khawatir para guru. Seringkali mereka menelan
ludah dan merasakan was-was berlebih dengan prilaku anak-anak yang cenderung
‘kurang tatakrama, kurang disiplin’. Kendati larangan membawa HP dan sejenisnya
jelas tertera di tata tetib. Tapi tetap saja kecolongan. Betapa tidak keberadaan
tekhnologi ini telah membuat anak-anak bersifat individualisme terfokus untuk
gadget dan tak mau menerima saran dari orang lain.
Kekhawatiraan Orang tua
Keadaan sekitar dan situasi yang
memang membuat ragu orang tua untuk melepas anak begitu saja. Orang tua
khawatir tentang keadaan anak ketika berada di luaran. Perlu adanya alat
komunikasi, perlu sarana yang dapat memudahkan mereka memantau anak-anak. Sehingga
pada akhirnya memutuskan untuk memberikan HP.
Situasi yang kemudian menyebabkan
anak asik dengan komunikasinya, tanpa pernah sungkan atau tanpa pernah takut
untuk bepergian karena dapat berkomunikasi dengan HP tersebut.
Tapi banyak diantara anak yang ingin
memiliki alat komunikasi hanya untuk bergaya-gaya, tidak mau disebut anak
kampungan karena tidak mengenal tekhnologi. Coba tengok saja anak- anak
sekarang. Kebanyakan mereka akan berontak dan menolak ketika orang tua memberikan
HP yang biasa saja, dengan fasilitas SMS dan telepon. Untuk mencari informasi,
supaya tidak ketinggalan jaman, itulah rengekan pada orang tua agar dibelikan
barang yang lebih canggih.
Ada banyak pemikiran yang menyebabkan
orang tua pada akhirnya mengabulkan keinginan
anak. Takut anaknya minder, tidak punya teman, berlaku nekad itu beberapa alasan
sehingga tanpa berfikir dua kali mereka mengabulkan keinginan anaknya tersebut.
Alasan lain dari orang tua adalah
karena anaknya takut main di luar rumah, takut terbawa arus jika keinginanya
ditolak. Tapi apa kenyataannya? Banyak anak yang kemudian semakin asik sendiri
dengan HP. Banyak anak yang kemudian tergerus dan semakin tertarik untuk melihat gambar-gambar unik di dalamnya.
Gambar unik? Nah ini yang biasanya
awal dari keinginan para remaja melakukan sesuatu. Melihat gambar unik biasa
itu tidak masalah tapi ketika anak dituntut untuk melihat gambar yang bukan waktunya.
Gambar pornografi itulah yang biasanya membuat anak ketagihan dan kemudian
kembali melihat foto-foto tersebut.
Kekebasan yang diberikan orang tua,
dimanfaatkan anak untuk melihat hal-hal yang sebenarnya tidak patut. Secara, banyak
anak di usia seperti itu yang mempuyai perasaan yang tinggi, ingin melihat dan
melihat lebih jauh. Dan mirisnya lagi banyak anak yang kemudian melakukannya. Astagfirullah.
Tak heran jika kemudian anak semakin
berani menonton, melakukan berduaan dengan pasangannya. Yang lebih mengkhawatirkan
adalah banyak mereka yang melakukannya di tempat warnet, di tempat terbuka yang
seharusnya dijadikan untuk umum malah dijadikan tempat untuk berpacaran.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika
anak SMP yang secara terbuka, secara terang-terangan menggandeng atau mencium
pasangannya di depan umum. Apakah ini bukan suatu pertanda merosotnya
nilai-nilai akhlak? Mereka sudah tidak lagi
memandang siapa yang di sekelilingnya. Rasa malu sudah luntur. Ini terbalik,
malah orang yang melihat mereka malu, sementara yang melakukannya hanyalah cuek
bebek dengan sekelilingnya. Asik dengan dunianya, asik dengan yang
dilakukannya. Pengaruh tekhnologi memang luar biasa.
Yang harus dilakukan orang tua?
Pengawasan.
Sedari awal orang tua seharusnya mempertimbangkan masak-masak ketika
memfasilitasi anak dengan HP yang canggih. Biarlah sebagai orang tua dikatakan kolot, dikatakan
tidak mengikuti trend, tidak mengikuti jaman, jika pada akhirnya anak yang menjadi
korban.
Berilah anak dengan fasilitas HP,
biasa saja. tanpa ada fasilitas lain yang kemudian menggiring mereka melakukan
hal-hal negatif. Apalagi ketika anak belum cukup umur. Karena secara pada kenyatannya,
kini banyak sekali disaksikan anak TK, anak SD. Mereka terbiasa membawa tablet,
memakai blackberry dan lainnya. Apa itu tidak berpengaruh terhadap kestabilan
emosinya? Psikologisnya terganggu? Ketika tiba-tiba saja melihat foto atau apalah
yang belum pantas untuk dilihatnya.
Berikan anak, barang yang sesuai
kebutuhannya umurnya. Ketika anak dianggap sudah stabil, sudah pandai memiih
mana yang baik dan mana yang benar. Sudah pandai untuk menolak sebuah ajakan
yang pada nantinya akan menggiring mereka pada hal yang negatif.
Sebagai orang tua, selalu terbuka
pada anak. Ajaklah mereka selalu untuk berkomunikasi dan berkomunikasi.
Jauhkanlah gadget, HP atau semacamnya, ketika berkumpul bersama. Luangkan waktu
untuk selalu bercengkrama dengan mereka. Tidak asik bukan, ketika acara
bersama, bertatap muka, tetapi kenyataannya malah mereka asik dengan gadget
masing-masing. Asik dengan teman mayanya masing-masing. Maksimalkanlah semua pertemuan
yang dimiliki dengan leluasa. Pastikan anak-anak begitu membutuhkan orang tua.
Berbicara dan bercengkrama itu indah, apalagi ketika anak-anak didera masalah.
Siapa lagi yang akan membantu melapangkan hatinya, kalau bukan kita sebagai
orang tua. Jangan sampai anak terbuka pada yang lain. Sementara pada orang tua
begitu tertutup. Jadilah orang tua sebagai teman curhatnya. Orang tua adalah
teman dan sahabat untuk mereka.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar