Rabu, 12 April 2017

Gelembung Impian

Dimuat di Majalah Bobo, No 51.


Dongeng
Gelembung Impian
Oleh: Nina Rahayu Nadea

            Di negeri dongeng, tepatnya di  tepian hutan. Ruru tinggal dengan kakeknya yang sudah renta. Ia sudah tidak punya ayah ibu sejak kecil. Hari-harinya ia habiskan untuk mencari kayu-kayu kering di dalam hutan.
            Hidup dalam kesederhanaan  selalu menemani Ruru  setiap hari. Namun tak ada keluh yang tersampaikan dari mulut Ruru pada kakeknya. Bahagia bersama kakek yang menemani dan menyayangi setiap hari.
            Beberapa hari ini Ruru besedih. Karena kakeknya sakit. Kini semua segalanya dilakukan seorang diri. Bukan karena pekerjaan yang membuat Ruru bersedih. Ruru takut kakeknya akan terus sakit dan tak bisa menemaninya.
            Kakek tahu Ruru sangat sedih, karena dirinya tak bisa lagi menemaninya bermain. “Bermainlah di luar, Ru. Jangan di dalam terus.”
            Ruru melihat ke arah kakek. Menatap jendela kamar yang terbuka. Tapi tak menjawab, hanya menundukkan kepala.
            “Tak usah khawatir dengan Kakek. Kakek bisa sendirian. Kalau ada apa-apa kan tinggal teriak.” Rupanya Kakek tahu apa yang ada dalam hati Ruru. “Kakek punya sesuatu untukmu.” Kakek mengeluarkan sesuatu.
            “Apa ini, Kek?”
            “Itu mainan gelembung.  Sengaja kakek buatkan untukmu.”
            “Wah, asiik.”
            “Satu lagi.  Ucapkanlah keingnan atau impianmu ketika gelembung mengembang di udara.” Kakek berbisik. “Yakinlah ia akan menolongmu.”
*
            Semenjak itu Ruru tidak lagi murung. Selepas mengambil kayu bakar dan mengurus Kakek, Ruru akan ke luar dari rumah. Bermain di pekarangan. Asik dengan gelembung sabunnya yang baru.
            Setiap gelembung yang keluar dari mulutnya selalu ada impian yang disampaikan padanya. Ruru berharap gelembung impian yang terbang itu. dapat mewujudkan impiannya.
            Ruru  gembira karena dengan begitu ia mempunyai teman bicara. Ya, terkadang Ruru berbicara sendiri pada gelembung.
            “Terbanglah.... terbang yang tinggi yah, sampaikan impianku!” Begitu selalu dengan senyum mengembang. Ruru yakin dari ratusan gelembung impian yang terbang, ada satu keinginannya yang terpenuhi.
*
            Bocia  berdiri mematung di jendela kamarnya yang berada di lantai 2. Ia begitu kesepian. Ayahandanya yang seorang raja tak memberi ijin untuk main dengan sembarang orang. Apalagi situasi kerajaan sedang kacau. Ada penyusup yang akan menghancurkan kerajaan.
            Suatu hari Bocia melihat gelembung  ke arahnya. Satu dua dan kemudian ada banyak gelembung. Mula-mula dibiarkan. Namun semakin lama gelembung itu semakin banyak. Bocia pun dengan suka cita memainkan gelembung-gelembung itu. Hidupnya yang terkurung dalam sebuah istana, sedikit terobati dengan adanya gelembung.
            Semakin hari Bocia semakin penasaran. Dari mana  asalnya gelembung itu. Maka diperitahkannya burung kesayangan untuk menyelidiki dari mana asal gelembung itu. Sang burung manut mengikuti titah majikan.  Terbang melayang melewati pepohonan mencari arah gelembung itu berasal.
*
            Hari ini seperti biasa Ruru bermain di depan rumah dengan gelembung di tangannya.
            “Ayo... terbanglah tinggi.  Antarkan impianku. Aku ingin mempunyai teman... aku tidak ingin kesepian. Aku ingin kakekku sembuh.” Begitu suara Ruru.
            Ruru menatap lega gelembung yang semakin lama semakin meninggi.
            “Ru, tolong ambilkan air.” Suara kakek terbatuk.
            “Iya, Kek. Ruru datang segera dan  membawakan air untuk Kakek. “Kakek tidak apa-apa?” Ruru memegang dahi Kakek yang panas.
            “Tidak apa-apa,Ru.  Makasih minumannya. Ayo bermainlah kembali.”
            “Ruru...” Terdengar suara dari luar.
            “Ruru..”  Kembali suara itu terdengar.
            Ruru  dan Kakek saling berpandangan.
            “Ayo lihatlah?” Mungkin itu impianmu.
            Ruru keluar dan melihat sekeliling. Tapi tak ada sesiapa. “Mungin hanya pendengaranku saja.” Ruru berguman. Mengambil gelembung, bermaksud membawanya ke rumah untuk disimpan.
            Sekonyong-konyong dari arah belakang seseorang mucul dan mengagetkanya.
            “Ruru, yah?”
            “Eu...” Ruru terlongo.
            “Namamu Ruru kan?” kembali ia bertanya.
            “Koq kamu tau?”
            “Gelembung impianmu yang membawaku ke mari. Maukah kau menjadi temanku.” Tangan anak itu terulur. “Oh, iya namaku Bocia. Kamu bisa panggil aku Bocia. Oh iya, nih ramuan dari ayahandaku untuk kakekmu. Berikanlah. Ia akan segera sembuh.”
            Ruru begitu berbahagia, ternyata kakeknya benar. Gelembung impian itu, kini menjadi kenyataan. Semenjak itu Bocia menjadi sahabat Ruru. Dan Ruru bisa bermain di ke istana kerajaan.***
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar