Kamis, 25 Mei 2017

Perkalian Uang Jajan

Dimuat di Majalah Bobo, Tgl 4 Mei 2017


Perkalian
Oleh Nina Rahayu Nadea

            “Delapan kali sembilan?”
            “Eu.... 63, Bu.”
            “Tuh  salah lagi.” Ibu menghela nafas. “Radit delapan kali sembilan itu 72. Masa belum hapal juga. Uang jajannya ibu potong 500 rupiah. Besok tidak boleh salah lagi.” Ibu memberikan uang pada Radit.
            “Ah. Ibu dipotong terus.” Radit bersungut.
            “Makanya belajar. Ayo nanti kesiangan sekolahnya.” Ibu mengelus rambut Radit.
            Itulah kebiasaan Ibu setiap hari. Sebelum Radit berangkat sekolah. Ibu menguji Radit dengan perkalian. Beruntung kalau Radit bisa menjawab pertanyaan. Uang jajan penuh, tapi kalau  salah? Ibu tak segan memotong uang jajan.
            Radit malas sebenarnya mengikuti perintah Ibu untuk belajar. Tapi Radit kemudian memaksakan diri untuk menghapal perkalian. Bukan karena kata Ibu perkalian adalah dasar untuk Matematika selanjutnya. Radit tidak pernah memikirkan itu. Yang Radit pikirkan sebenarnya adalah uang jajan. Ya, Radit tidak mau uang jajannya berkurang.
            Dan kini? Radit sudah terbiasa menghadapi rutinitas setiap pagi. Menghadapi Ibu untuk bertanya. Walau tetap saja dada Radit selalu dagdigdug. Karena takut uang jajannya berkurang.
*
            Bel berbunyi di sekolah. Dan seperti biasa anak-anak berbaris di depan kelas. Lho, koq barisannya lemot gini, tidak maju-maju, batin Radit
            “Cepet maju dong,” bisik Radit pada Yanwar yang berada di depannya.
            “Diem dulu. Macet dari depan. Tau ada apa nih.” Yanwar memanjangkan lehernya, melihat ke arah depan.
            “Koq, kamu ngak masuk ke kelas. Malah balik ke sini?” Radit bertanya pada Yandi.
            “Pak guru menguji tes perkalian. Aku ngak hapal. Suruh menghapal dulu.” Jawab Yandi sambil menggerakkan jarinya. Mulutnya komat kamit, menghapal perkalian.
            “Haduh ditest perkalian. Aku ngak hapal.” Sontak anak-anak riuh. Baru tahu, Pak guru ternyata memberi tes dadakan. Di saat masuk kelas pula. Kalau belum hapal. Pak guru akan membiarkan mereka di luar.
            Radit pun gugup. Menunggu gilirannya.
            “Tujuh kali tujuh?”
            Bayangan Ibu tiba-tiba berkelebat. Pertanyaan itu sama persis dengan pertanyaan Ibu tadi pagi.
            “49.” Jawab Radit mantap.
            “Hebat, ayo masuk.”
            Radit pun lega.
            Mulai hari itu Pak guru terus menerus menguji anak dengan perkalian. Anak-anak pun semakin giat menghapal. Dalam satu minggu mengikuti tes perkalian, hanya Radit yang belum pernah dikeluarkan Pak guru.
            “Kamu hebat, Dit. Dapat menjawab terus pertanyaan Bapak dengan tepat.” Pak guru menepuk pundak. “Di rumah sering berlatih yah?”
            Radit mengangguk
            “Di rumah kamu belajar sama siapa?”
            “Sama Ibu. Pertanyaan dari Bapak selalu sama dengan pertanyaan Ibu.”
            ”Coba anak-anak, kalian harus lebih giat menghapal perkalian. Lihat Radit. Selama satu minggu ini, dia terus menerus menjawab pertanyaan dengan tepat. Yang lainnya masih ada yang salah.”
            “Radit hebat, hapal terus perkalian.”
            “Nih, Radit hadiah dari Bapak. Tiga buku tulis.”
            “Makasih, Pak.” Radit bahagia menerima  buku dari Pak guru.
            Anak-anak pun bergerombol mengerumuni Radit.
            “Bukunya keren!”
            “Dit, kamu hebat hapal terus perkalian. Gimana caranya.” Yaswin mendekat.
            “Setiap pagi mau berangkat ke sekolah. Aku selalu dites Ibu. Kalau jawabanku salah ibu akan memotong uang jajanku.”
            “Dipotong?”anak-anak heran.
            “Pernah dipotong?” Heni ikutan bertanya.
            “Dulu sering sih. Tapi kalau sekarang tidak lagi. Uang jajanku bisa utuh,” Radit berkata dengan bangga.
*
            “Bu, makasih telah mengajari Radit ya.” Kata Radit ketika di rumah.
            “Terima kasih untuk apa, Dit? Tumben nih jagoan Ibu datang dengan senyum mengembang?”
            “Radit lagi bahagia, Bu.” Radit mengeluarkan buku dari dalam tasnya. “Nih  lihat. Bagus kan?” Radit memamerkan buku.
            “Bagus sekali. Kamu dapat dari mana?”
            “Hadiah dari Pak guru. Karena Radit menjawab tepat perkalian.”
            “Betul kan kata Ibu? Menghapal perkalian itu sangat bergguna.”
            “Berarti besok sudah tidak dites lagi kan, Bu? Kan Radit sudah bisa.”
            Ibu menggeleng.”Tetap dites dong. Kan ada pembagian."
            “Ah, Ibu.”***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar