Dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat. Alhamdulillah :)
Penyesalan Rara
Oleh Nina Rahayu Nadea
Rara
sudah duduk di kelas lima. Pintar dan senang bergaul. Sayang,
Rara mempunyai sifat lain yang kurang disukai teman-temannya. Senang pamer.
Ingin dilihat sempurna di mata teman-temannya.
Ketika
di sekolahnya sedang trend HP yang canggih. Yang banyak aplikasi gamenya maka
ia pun tak ketinggalan untuk membelinya. Tak mau ketinggalan dengan yang lain. Berulang kali merengek sama orang tua untuk
dibelikan.
“Boleh,
tapi harus dari tabunganmu. Mama hanya menambah saja.” Ujar Mama Rara.
Sejak Rara
kecil, memang orangtuanya membiasakan menabung. Tak bisa berkelit, demi keinginannya itu Rara
semakin giat menabung dan ketika jumlahnya sudah cukup, ia pun segera
memberitahukan orangtuanya.
Suatu
hari di Hari Minggu Rara sudah berkemas. Berdandan cantik karena akan ke counter HP di sebuah mall.
“Rara!”
Tiba-tiba dari jalan terdengar teriakan. Dilihatnya Agnes anak Pamannya baru
turun dari mobil.
“Hai
Agnes. Tumben pagi-pagi? Ada apa gerangan?”
“Sengaja
mau ngajakin kamu. Kamu mau ke mana, koq,
sudah rapi begitu?”
“Mau
beli HP.”
“Beneran?
Sama dong. Aku juga mau beli HP. Kita barengan, yu.”
Maka
pada akhirnya mereka pun berangkat bersama. Diantar Papa Agnes. Rara bahagia
karena mau memiliki HP impian. Pun Agnes bahagia karena mempunyai teman
berdiskusi perihal HP. Agnes tahu selera Rara yang selalu ingin nomor satu.
Pilihan Rara pasti bagus itu menurut Agnes.
Lama
mereka memilih pada akhirnya sepakat untuk membeli HP dengan merk yang sama.
Rara sebenarnya tidak terlalu suka dengan Agnes yang ingin membeli barang yang
sama. Warna yang sama pula. Putih. Namun tak enak juga apalagi membeli
dibarengi pamannya.
“Beruntung.
Agnes tidak satu sekolahan. Jadi HPku masih tetap nomor satu di mata teman
–teman.” Gerutu Rara dalam hati.
Setelah
berhasil membeli HP Rara dan Agnes kembali ke rumah. Agnes meminta izin untuk menginap satu malan di
rumah Rara. Belajar menyalakan beragam aplikasi dari HP. Tentu karena Rara yang
akan mengajarinya. Semalaman mereka asik mengobrol. Bercerita beragam hal. Dari mulai sekolahan sampai pada HP barunya.
Pagi itu Agnes
sudah berkemas. Ibu Rara menyiapkan sarapan pagi. Dan Rara masih asyik dengan
HP barunya. Barulah setelah puas ia ke bawah berkumpul ke ruang makan.
Sekonyong konyong langkah Rara terhenti ketika melihat sesuatu di atas meja
tamu. Earphone yang masih bersegel.
Rara tersenyum melihat ke earphone
yang tengah dipakainya. Sudah tak bersegel. Semalam ia terburu ingin segera
mencobanya, hingga tak sadar plastiknya terlepas. Padahal ia ingin memamerkan
pada teman-temannya. Ingin dilihat baru. Teringat hal itu, Rara segera menukar earphone miliknya dengan milik Agnes.
Agnes pasti takan tahu. Karena warnanya sama persis. Ia tahu Agnes tak sedetail dia dalam
memerhatikan barang.
Pagi itu di
meja makan. Ada banyak cerita yang meluncur dari mulut agnes. Agnes memang periang dan selalu berguyon. Tak heran jika di
pagi itu. Di rumah Rara dipenuhi dengan tawa. Hingga tibalah kepulangan Agnes.
Setelah Papa Agnes menjemput. Semua menghantar keperegian sampai ke luar rumah.
“Nanti
kabar kabari yah... kalau dah di rumah. Jangan lupa kalau punya game yang baru kirimin
ke aku.”
“Pasti.
Kita kan dah punya HP baru. Lebih canggih. Banyak aplikasiya lagi. Pasti
gamenya juga lebih rame.” Agnes tertawa. Mengambil earphone dan memakainya.
“Makasih
ya, Rara. Sudah mengantar Agnes.” Papa Agnes berkata.
Agnes
mengangguk
“Papa...
earphonenya dah bagus, Pah. Suaranya
sudah kedengaran jernih.” Agnes tertawa riang.
“Memangnya
earphone kamu kenapa?” Selidik Rara.
“Semalan
kan kucoba earphonenya. Ternyata
suaranya tak jernih. Berisik kedengarannya. Rencanaya. Sebelum aku pulang, akan
mampir di counter yang kemarin kita datangi.
Tapi ternyata ngak jadi. Earphone dah
bagus.”
“Koq,
kamu ngak ngasih tahu aku?” .
“Habisnya
kamu asik dengan earphonnenya sih,
aku manggil manggil. Malah diacuhkan.”
Mendengarnya Rara
kecewa. Itu akibat ulahnya. Ingin memiliki barang yang bagus. Namun alhasil ia
menerima barang yang tidak sempurna.
Rara menyesal. Namun nasi sudah menjadi bubur.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar