Rahasia Dania
Oleh Nina Rahayu
Nadea
“Apa
aku tidak salah lihat?” Sisil mengucek matanya.
“Itu
kan Dania. Yey! cantik banget yah. Ia bener-bener kaya putri raja. Hehe.”Ayumi
tak berkedip memandang Dania.
“Hai,
Ayumi. Hai, Sisil.” Dania mendekat.
“Ngapain
kamu kemari. Tak seharusnya kau berada di sini. Lagian gaya amat, pake baju
bagus seperti itu. Biar kelihatan anak orang kaya yah? Jangan mimpi, semua
orang sudah tau siapa kamu. Baju itu baju dapat minjem kan?” Cibir Sisil dengan
ketus. Ia menggaet tangan Ayumi dan segera menjauhi Dania.
“Kan
kamu yang bilang dia anak panti di sini. Ya, pastinya dong ia ada di sini.
Ngapain kamu bertanya, kenapa ada di sini?” Bisik Ayumi.
“Ah,
sudahlah. Aku ngak suka banget dengan dandanannya. So orang kaya.”
“Sudah
ah, ayo acaranya mau dimulai. Tuh Kepala
Sekolah kita mau memberi sambutan.”
*
“Tuh kan bener
dugaanku, ternyata ia itu anak dari panti asuhan. Pantas saja setiap ditanya orang tuanya siapa? Ngak pernah jawab.
Malah senyam senyum gitu. Ih, kan nyebelin.” Gosip Sisil seperti biasa.
“Memangnya
kamu tau dari siapa sih?” Ayumi mulai terpengaruh dengan kata-kata Sisil.
“Sepulang
sekolah, aku kemarin membuntutinya. Dan ternyata ia pulang ke rumah panti itu.”
“Kebetulan
saja, mungkin.”
“Kebetulan
bagaimana? itu sudah 4 hari berturut-turut.“
“Jadi selama
itu kau membuntuti anak baru itu?” Ayumi keheranan.
“Awalnya sih
tak sengaja. Tapi aku ingin yakin. Ya,
udah aku buntuti dia. Dan taunya. Hem. Benar-benar sesuatu. Anak panti asuhan.
Ha...ha. Ngak nyangka kan?”
“Iya aku ngak
nyangka. Tapi ah, apa peduli kita. Toh, dia tetap saja teman kita kan?”
“Teman? Kamu
mau berteman dengan anak panti. Hi, ogah bingit.” Sisil bergidik. “Pantas saja
setiap istirahat ia selalu berteman dengan Ragil, anak penjaga sekolah kita.
Emang levelnya seperti orang itu kali. Hihi.”
“Sssst...” Ayumi
menyenggol tangan Sisil ketika seseorang muncul dari balik pintu.
“Hai, Dania,”
Ayumi melambaikan tangan. Sengaja berkata keras agar Sisil tak terus nyerocos.
“Hai anak
panti.” Tetiba Sisil berkata.
Sementara
Dania hanya tersenyum saja menanggapi omongan Sisil. Ia langsung menuju ke arah
Keni, teman sebangkunya.
“Jangan
kau anggap yah, omongan Sisil itu.” Keni berkata. “Dia memang seperti itu suka
ngegosip. Semua temen-temen sebenarnya tidak suka sama ulahnya. Tapi ya. Begitulah,
maklum dia itu anak orang kaya. Jadi ngak ada seorang pun yang bisa memeringatinya.
Alih-alih dinasehati, pastinya kita bakalan dimusuhin. Eh, bener apa yang
digosipkan Sisil itu?”
“Gosip
yang mana?”
“Bahwa
kamu anak dari panti asuhan.”
“Sisil
bicara seperti itu?”
“Eh...
maaf, tadi kedengarannya sih ia berkata
seperti itu. Dan sekarang pasti seluruh sekolah ini sudah tau tentangmu. Benar
apa yang dia katakan?” Kembali Keni bertanya.
“Memangnya
kalau aku anak panti bagaimana? kau tidak mau menjadi temanku?” Dania balik
bertanya.
“Ngak
sih. Cuma pengen tau aja. Hehe. Tau tidak semenjak kamu pindah ke sekolah ini,
kau sudah kuanggap sahabat sejatiku.” Tawa Keni.
“Iya...
iya aku percaya sama kamu.” Dania tersenyum.
*
Suasana panti asuhan hari itu sangat meriah. Di aula
sudah berderet kursi untuk para tamu. Pun panggung sudah dihiasi dengan aneka
balon dan pernak pernik lainya. Yang tak kalah menarik adalah aneka origami
hasil karya anak panti ikut memeriahkan aula.
“Hore...
burung buatanku dipasang di tengah itu.” seru anak kecil kegirangan melihat
hasil karyanya.
“Iya.
Semua yang dipajang ini kan hasil kalian semua.” Ibu panti ikut berbahagia
melihat anak asuhnya bergembira.
Dania
pun larut dalam kegembiraan. Ia begitu bahagia, karena teryata idenya dalam hal
membuat origami mendapat antusias yang luar biasa.
“Biar
aku yang pasanginnya, Kak.” Riki membantu Dania memasangkan origami di area
panggung. “Kakak duduk saja. Ini kan tugas Riki.”
“Iya-iya.
Kakak duduk.” Dania menurut.
*
“Terima
kasih anak-anak atas kehadirannya. Hari ini Bapak sengaja mengundang kalian.
Untuk merayakan hari kelahiran anak Bapak. Sengaja acara ini diadakan di tempat ini, di
panti asuhan Bunda Asih, sebagai rasa syukur kami. Juga supaya anak di sini
dapat ikut merasakan kebahagiaan kita semua.” Bapak Kepala Sekola memberi
sambutan.
Satu
persatu acara dimulai. Hingga tibalah, acara
puncak.
“Sekarang
saatnya acara tiup lilin. Ayo semuanya bernyanyi.” Seru MC. ”Ayo Nia, sini tiup
lilinnya.”
“Hei,
ngapain Dania mendekat ke arah panggung. Memalukan sekali. Dasar anak panti,
ngak tau malu. Belum pernah lihat kayaknya yang tiup lilin....” cerocos Sisil.
Tapi Sisil langsung diam, ketika Dania mendekat dan meniup lilin.
“Terima
kasih teman-teman telah datang ke pesta ulang tahun saya. Terima kasih khusus
untuk teman sekelas saya yang kebetulan
hadir. Sisil, Keni, Ayumi, dan lain-lain
yang tidak bisa saya sebutkan.”
“Ha....
jadi... jadi...” Sisil tergagap. Ia baru menyadari ternyata Dania adalah anak
kepala sekolahnya.
“Makasih
kedatangannya ya, Sil.”
“Eu...
maafkan tidakanku selama ini ya, Dania. Aku tak tau kalau kau.... “
“Ngak
mengapa. Maukah kau menjadi temanku, Sil?”
“Tentu
saja.”
“Walaupun
aku anak panti?”
Sisil
tertunduk malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar