PUISI
Do’a Ibu di Penghujung Senja
Oleh: Nina Rahayu Nadea
1/
Langit dengarlah bisikanku. Bukankah kau sang pemayung sejati dari kehidupan. Tolong jaga anak-anakku. Berikan
ia waktu tuk terus berdiri menata kebajikan dari sang waktu yang terus memburu.
Dari lara yang senantiasa menguntit jiwa. Bukankah kau sang pemberi damai
abadi? senantiasa kau keringkan tubuh-tubuh anakku yang baru saja tersirami
hujan yang meluluhkan semangatnya untuk maju. Dan sesekali kau cipratkan air
do’a di tubuhnya yang membara dari panas
hati yang tercabik oleh nafsu dan dengki.
2/
Angin mendekatlah. Kau abstrak yang
kunanti. Titip rindu untuk buah hatiku. Semaikanlah ridho di hatinya di kala
aku pergi. Kuyakin kepadamu. Bukankah kau sang pemberi mimpi. Ninabobokanlah anak-anakku dengan nyanyian
indah lewat semilir yang mendayu hingga melupakan rasa sakit yang menggebu.
Tapi kala tertidur lelap melupakan sang Kholik tamparlah ia dengan hembusan
kerasmu, jangan kau biarkan mereka terlena dengan kenikmatan dunia sesaat. Jangan
kau biarkan tangisnya membuncah hanya karena rasa rindu padaku.
3/
Hujan siramilah tubuhku yang kelu.
Lihatlah satu persatu anakku yang menangis pilu. Bersujud di jasad yang
membatu. Jangan kau biarkan tangisnya memberatkan langkahku. Aku yakin padamu
bisa lenyapkan duka dari mata yang sembab dari air mata yang menganak sungai
membuat getir di hidupnya. Jangan kau biarkan kolam air mata tergenang di
hadapanku, buatlah hatinya luruh. Lenyapkan dukanya seperti halnya engkau yang
mengguyur ribuan tanah terjal, meluluhlantakan tanah berbatu dan meresap ke
dasaran bumi hanya sesaat. Jadikan airmatanya hanya untuk rasa bahagia.
4/
Wahai senja yang kunanti mendekatlah.
Aku tlah siap menantimu. Antarkan aku ke nirwana segera. Jangan kau biarkan
hatiku ragu berlalu. Yakinlah jiwaku tersebar mengitip dari langit dari celah
mega dari rinai hujan dari lirih angin semua hanya tuk anakku terkasih
5/
Anakku terkasih hapus air matamu. Do’a ibu bersamamu, tlah kutitipkan kalian pada Surya yang menghangatkan jiwamu pada Chandra
yang meneduhkan batinmu pada Wisnu yang menghapus panas hatimu. Anak-anakku
yakinlah do’a ibu senantiasa teruntai untukmu. Kalau kau rindu ibu nantilah
senja yang kan menitimu pada titian
waktu
PUISI
Ketika
Ibu Pergi
Oleh:
Nina Rahayu Nadea
1/
Terima kasih air mataku yang telah membasuh dahaga di kelopak mataku.
Tahukah kau? betapa aku sangat terluka, betapa hati tercabik pilu. Tahukah kau? tak pernah ada yang sanggup
menghilangkan duka nestapa yang membahana dalam gelisah hati yang kian temaran.
Terima kasih air mata karena kau, aku bisa terisak meratapi kemelut yang begitu
membuncah dalam anganku mengibaskan sang kelana duka yang keluar dari rimba
hatiku, hingga aku tetap berdiri pada pijakan. Tahukah kau? berkatmu aku
menangis, tersedu dan sesunggukan teramat sangat, berkatmu aku mengerti dan
menyadari betapa hidup sangat berguna.Tahukah kau aku begitu bahagia, bahwa
ketika hati yang begitu terluka kau
masih setia menemaniku dalam kamar sempitku. Sementara orang-orang membiarkanku
dalam kesendirian, melesapkanku dalam bawah sadar. Tapi berkatmu air mata, aku
dapat merasakan pedih dan getirnya hidup yang tak pernah satu orang pun tahu
tentang hatiku.
2/
Semenjak ibu pergi, hanya kau teman
setiaku, dan aku begitu terlena. Kau antar aku pada kenangan terindah. Kau
antar aku memunguti puzzle kenangan yang tercecer dalam uluran waktu yang telah
berlalu, tapi dengan sabar kau tuntun aku hingga aku merasakan nikmat yang
begitu dahsyat. Kau buat kejutan untukku
dengan menghadirkan puzzle utuh ‘kau hadirkan ibu di hadapanku’, dan ketika air
mata tanda bahagia menemaniku, aku tersadar bahwa ibu telah tiada, ibu pergi
tuk selamanya.
3/
Maafkan aku air mataku, jika kuhapus kau
dari bibirku yang mengering, dari pipiku yang cekung dari mataku yang keropos.
Aku harus bangkit dan berdiri. Aku harus merelakan ibuku pergi tuk selamanya.
Lihatlah aku begitu terluka, kulihat anak-anakku, buah hatiku tercinta berdiri
mematung di hadapanku. Dari matanya mengeluarkan air mata yang bercucuran tak
berkesudahan. Mereka memanggil “Ibu...ibu”. Ah, baru aku tersadar betapa aku
harus bangkit dari keterpurukan, laraku harus menjauh demi anakku.
Haturan Ibu, Miss you
Kalo mau beli majalah guneman di mana ya Mbak?
BalasHapus