Jumat, 25 Desember 2015

Bintang Pujian

Cernak, dimuat di Radar Bojonegoro, 20 Desember 2015



Bintang Pujian
Oleh: Nina Rahayu Nadea
                Grung... grung  motor  Beru Beruang terdengar dari kejauhan. Hutan yang asalnya riuh oleh segerombol binatang, menjadi senyap. Bubu Monyet, Lula Kijang dan Baba Badak dengan cepat bersembuyi di balik semak belukar yang rindang.
                “Bubu sudah kau lemparkan kulit pisangnya.” Lula Kijang berbisik ke arah Bubu Monyet.               “Tenang. Sudah kulempar yang banyak. Pasti Beru Beruang akan kerepotan membersihkan sampah, saking banyaknya. Haha.”
                Itulah kelakukan mereka setiap hari. Tak bosan untuk mengerjai Beru Beruang. Beru Beruang diutus raja hutan untuk menjaga kebersihan hutan. Kepercayaan yang diberikan raja, dilaksanakan  Beru Beruang dengan sungguh-sungguh. Setiap hari tak lelah membersihkan sampah yang berserakan di sekitar hutan.  Raja hutan kagum dengan pekerjaan yang dilakukan Beru beruang, tak heran setiap tahun bintang pujian selalu didapat Beru Beruang.
                Beru Beruang sebenarnya heran, karena akhir-akhir ini hutan acapkali kotor, meski beberapa kali ia membersihkan. Untuk mensiasatinya ia membuat spanduk kecil berisi peringatan tentang pentingnya kebersihan. Spanduk itu sengaja ditempelkan di pohon juga tempat tinggi lain dengan harapan seisi hutan dapat membacanya.
Alih-alih mengerti, malahan spanduk itu hilang tak berbekas.
                Grung... grung... grung... motor Beru Beruang semakin mendekat. 
                “Haduuh.” Beru Beruang meringis. Kulit pisang tak sengaja diinjaknya sehigga membuat badannya jatuh.
                “Lagi-lagi ada yang membuang sampah sembarangan.” Beberapa saat Beru memijat pinggangnya yang sakit. Kemudian bangkit, mengambil kulit pisang yang baru saja terinjak dan memasukannya ke dalam kantung plastik besar yang sengaja dibawa. Kini ia lebih berhati-hati dalam melangkah karena ternyata banyak ranjau yang dilihatnya.
                “Akhirnya beres juga.” Beru beruang mengibaskan kopi. Sejenak berleha di bawah pohon rindang setelah pekerjaannya beres. Sepoi angin  membuai perlahan tubuh Beru beruang. Berulang kali mata Beru mengerjap menahan kantuk. Kantuk tak tertahankan, Beru pun tertidur.
*
                “Aduh kakiku sakit.”
                Beru Beruang yang sedang tidur terbangun mendengar erangan kesakitan. Ia berlari melihat ke arah suara.
                “Aduh, kenapa kakimu berdarah?” Beru beruang memapah Beri Babi yang berdarah kakinya. Pecahan kaca terlihat menempel kakinya.
                Erangan Beri Babi terdengar hampir ke seluruh penjuru huta. Seketika penghuni keluar menyaksikan apa yang terjadi.  Mereka terkesima dengan apa yang terjadi.
                Berutung kejadian itu dapat tertangani dengan cepat karena Beru Beruang yang siaga. Dengan trampil ia membersihkan luka, memberi obat serta membalutnya dengan perban. Beruntung, peralatan itu selalu dibawa ketika bertugas.
                “Makasih Beru.”
                “Justru aku yang meminta maaf, karena kecerobohanku. Plastik besar itu jatuh dari motor dan isinya  berserakan di tanah. Aku tadi memang tertidur. Aneh. Padahal tadi sudah diikat dengan keras, tapi koq bisa terbuka?” Beru Beruang menggaruk kepala. “Kalau bukan kecerobohanku, pasti kamu tidak aka celaka. Sekali lagi aku mita maaf. Ayo kuantar pulang.”
                “Tak usah, Beru. Biar saya yang mengantarnya. Sekaligus  minta maaf padamu.” Lula Moyet menghampiri beru.
                “Mita maaf?”
                “Sebenarnya yang menumpahkan isi plastik itu adalah saya.”
                “Kamu, kenapa? Aku kan tak pernah menyakitimu? Apa salah saya?”
                “Kami tak suka kau selalu mendapat bintang pujian. Kami pun sebenarnya ingin mendapatkan bitang itu.” kata badak
“Jadi yang selama ini membuang sampah sembarangan dan mengambil slogan yang kutempel itu kalian?” selidik beru.
“Iya.” Baba Badak menunduk.
“Ya. Ampun!”
“Sudahlah, sekarang sudah terbuka siapa sebenarnya pelaku. Saya sangat gembira.” Tiba-tiba raja hutan datang. “Nih bintang pujian untuk kalian.” Raja hutan memberikan bintang pada Bubu Monyet, Lula Kijang dan Baba Badak.
“Tapi ?” Tubuh Bubu Monyet gemetar.
“Karena kalian telah berkata jujur. Tapi jangan gembira dulu kalian tetap harus mendapatkan hukuman. Hukumannya harus membersihkan hutan ini sekarang juga.” Ucap raja hutan bijak.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar