Bintang
Pujian
Oleh:
Nina Rahayu Nadea
Grung...
grung motor Beru Beruang terdengar dari kejauhan. Hutan
yang asalnya riuh oleh segerombol binatang, menjadi senyap. Bubu Monyet, Lula
Kijang dan Baba Badak dengan cepat bersembuyi di balik semak belukar yang
rindang.
“Bubu
sudah kau lemparkan kulit pisangnya.” Lula Kijang berbisik ke arah Bubu Monyet. “Tenang. Sudah kulempar yang
banyak. Pasti Beru Beruang akan kerepotan membersihkan sampah, saking banyaknya.
Haha.”
Itulah
kelakukan mereka setiap hari. Tak bosan untuk mengerjai Beru Beruang. Beru
Beruang diutus raja hutan untuk menjaga kebersihan hutan. Kepercayaan yang
diberikan raja, dilaksanakan Beru
Beruang dengan sungguh-sungguh. Setiap hari tak lelah membersihkan sampah yang
berserakan di sekitar hutan. Raja hutan kagum
dengan pekerjaan yang dilakukan Beru beruang, tak heran setiap tahun bintang
pujian selalu didapat Beru Beruang.
Beru
Beruang sebenarnya heran, karena akhir-akhir ini hutan acapkali kotor, meski
beberapa kali ia membersihkan. Untuk mensiasatinya ia membuat spanduk kecil
berisi peringatan tentang pentingnya kebersihan. Spanduk itu sengaja
ditempelkan di pohon juga tempat tinggi lain dengan harapan seisi hutan dapat
membacanya.
Alih-alih mengerti, malahan
spanduk itu hilang tak berbekas.
Grung...
grung... grung... motor Beru Beruang semakin mendekat.
“Haduuh.”
Beru Beruang meringis. Kulit pisang tak sengaja diinjaknya sehigga membuat
badannya jatuh.
“Lagi-lagi
ada yang membuang sampah sembarangan.” Beberapa saat Beru memijat pinggangnya
yang sakit. Kemudian bangkit, mengambil kulit pisang yang baru saja terinjak
dan memasukannya ke dalam kantung plastik besar yang sengaja dibawa. Kini ia
lebih berhati-hati dalam melangkah karena ternyata banyak ranjau yang dilihatnya.
“Akhirnya
beres juga.” Beru beruang mengibaskan kopi. Sejenak berleha di bawah pohon
rindang setelah pekerjaannya beres. Sepoi angin membuai perlahan tubuh Beru beruang. Berulang
kali mata Beru mengerjap menahan kantuk. Kantuk tak tertahankan, Beru pun
tertidur.
*
“Aduh
kakiku sakit.”
Beru
Beruang yang sedang tidur terbangun mendengar erangan kesakitan. Ia berlari
melihat ke arah suara.
“Aduh,
kenapa kakimu berdarah?” Beru beruang memapah Beri Babi yang berdarah kakinya.
Pecahan kaca terlihat menempel kakinya.
Erangan
Beri Babi terdengar hampir ke seluruh penjuru huta. Seketika penghuni keluar
menyaksikan apa yang terjadi. Mereka
terkesima dengan apa yang terjadi.
Berutung
kejadian itu dapat tertangani dengan cepat karena Beru Beruang yang siaga.
Dengan trampil ia membersihkan luka, memberi obat serta membalutnya dengan
perban. Beruntung, peralatan itu selalu dibawa ketika bertugas.
“Makasih
Beru.”
“Justru
aku yang meminta maaf, karena kecerobohanku. Plastik besar itu jatuh dari motor
dan isinya berserakan di tanah. Aku tadi
memang tertidur. Aneh. Padahal tadi sudah diikat dengan keras, tapi koq bisa
terbuka?” Beru Beruang menggaruk kepala. “Kalau bukan kecerobohanku, pasti kamu
tidak aka celaka. Sekali lagi aku mita maaf. Ayo kuantar pulang.”
“Tak
usah, Beru. Biar saya yang mengantarnya. Sekaligus minta maaf padamu.” Lula Moyet menghampiri
beru.
“Mita
maaf?”
“Sebenarnya
yang menumpahkan isi plastik itu adalah saya.”
“Kamu,
kenapa? Aku kan tak pernah menyakitimu? Apa salah saya?”
“Kami
tak suka kau selalu mendapat bintang pujian. Kami pun sebenarnya ingin
mendapatkan bitang itu.” kata badak
“Jadi yang selama ini membuang
sampah sembarangan dan mengambil slogan yang kutempel itu kalian?” selidik beru.
“Iya.” Baba Badak menunduk.
“Ya. Ampun!”
“Sudahlah, sekarang sudah terbuka
siapa sebenarnya pelaku. Saya sangat gembira.” Tiba-tiba raja hutan datang.
“Nih bintang pujian untuk kalian.” Raja hutan memberikan bintang pada Bubu
Monyet, Lula Kijang dan Baba Badak.
“Tapi ?” Tubuh Bubu Monyet
gemetar.
“Karena kalian telah berkata
jujur. Tapi jangan gembira dulu kalian tetap harus mendapatkan hukuman. Hukumannya
harus membersihkan hutan ini sekarang juga.” Ucap raja hutan bijak.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar