Jumat, 25 Desember 2015

Peri Bersayap Madu

Dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta 10 Oktober 2015



Peri Bersayap Madu
Oleh: Nina Rahayu Nadea
Hujan dari pagi terus mengguyur. Peri Alvar dan Peri Elya keduanya terjebak dalam hujan besar. Mereka berdua berteduh di sebuah pohon yang lebat. Ketika sedang berleha di atas pohon, dilihatnya seekor lebah sedang kesusahan, mengais sisa makanan diantara serbuk  sari bunga-bunga yang ada.
                Merasa kasihan Peri Alvar beranjak dari duduknya.
                “Mau ke mana Alvar?” Peri Elya menarik tangan Peri Alvar.
                “Lihat itu.” Peri Alvar menunjuk ke arah lebah.
                “Aku tau itu lebah, lantas?”
                “Aku mau menolongnya.”
                “Gila! Hujan deras begini?”
                “Kamu tidak lihat, lebah itu kepayahan. Dia mengambil makanan.”
                “Kamu mau mengorbankan diri. Sayapmu kehujanan dan nanti malah rusak, tidak bisa terbang lagi.”
                Sesaat Peri  Alvar terdiam. Tapi sesaat  kemudian ia bangkit. Hatinya tak kuasa menyaksikan lebah yang kelelahan, berjuang sendiri.
                “Aku akan menolongnya. Sayapku nanti kan bisa tumbuh lagi.”
                “Iya. Tapi kan lama. Belum tentu tumbuhnya sebagus ini. Lagian ngapain kamu menolong lebah itu?”
                “Sudahlah. Aku kasihan sama lebah itu.” Tanpa mengindahkan perkataan Peri Elya. Peri Alvar terbang mendekat ke arah lebah.
                “Kenapa kau tidak berteduh dahulu lebah?” suara Peri Alvar bergetar, menahan dingin.
                “Anakku sakit, membutuhkan banyak makanan. Dan ini keberuntunganku. Kalau hujan reda, aku tidak bisa mengambil makanan banyak karena akan bersaing dengan banyak lebah juga  burung yang selalu menghalangiku. Aku ingin anakku cepat sembuh.” Jawab lebah sendu.
                “Ayo aku bantu mengambil sari  bunganya, biar cepat selesai.” Ucapnya tulus.
                “Kenapa kau membantuku?”
                “Bukankah kita  harus saling tolong menolong?”
                “Alvar. Awas yah kalau nanti kamu tidak bisa terbang. Jangan salahkan aku.” Peri Elya berteriak dari atas pohon.
                “Sudahlah, nanti sayapmu rusak, ingat kata saudaramu.” Lebah berkata kembali.
                “Sudahlah, jangan kau pikirkan itu. Yang penting aku bahagia bisa membantumu.” Peri Alvar tersenyum.
                Dengan semangatnya Peri Alvar dan lebah bekerja.  Dan ketika sari bunga dirasanya sudah cukup. Mereka pun berhenti bekerja.
                “Kiranya persediaan ini cukup banyak. Makasih peri sudah mau membantuku.”
                “Sama-sama. Ayo kuantar kau ke rumahmu.”
                “Tapi?”
                “Tidak mengapa. Lihat bawaanmu banyak sekali. Ayo kuantar sekalian.”
                “Baiklah kalau kau bersedia. Kau memang peri yang sangat baik.” Lebah pun tersenyum bahagia.
                “Ayo kubawa sebagian barang bawaanmu.” Tanpa menunggu jawaban lebah, Peri Alvar membawa  sebagian sari bunga. Dengan hati-hati ia menyelimuti sari bunga agar tidak terkena air hujan. Tak peduli sayapnya yang indah menjadi basah karena hujan. Yang penting baginya makanan itu bisa sampai ke rumah lebah.
                “Terima kasih kau sudah menolongku peri yang baik. Nah sebagai imbalannya bawalah maduku ini. Kalau kau mengalami kesusahan oleskanlah madu ini.” Lebah berkata.
                Sesampainya di kerajaan.  Peri Alvar tak menyangka bahwa ia akan mendapatkan hukuman dari ratu peri. Peri Elya telah berbohong bahwa ia sengaja bermain-main di derasnya hujan, sehingga membuat sayapnya rusak.
Karena kesalahannya itu Peri Alvar mendapatkan hukum. Dikurung di dalam kamar, sampai waktu tak terbatas. Sampai sayapnya kembali tumbuh sedia kala. Betapa sedih hati Peri Alvar, karena dengan begitu ia tidak bisa keluar.
                Teringat akan pesan lebah. Ia mengusapkan madunya ke arah sayap. Ajaib. Sayapnya kembali muncul dengan indahnya. Lebih indah dari sebelumnya. Dan Ratu Peri keheranan melihatnya.  Peri Alvar menceritakan kejadian sebenarnya. Bahkan Peri Alvar mengobati sakit Raja Peri yang sudah beberapa hari terbaring. Dengan ramuan madu, kesehatan Raja Peri berangsur baik. Seluruh kerajaan menyambut baik atas kesehatan Raja Peri.
Semenjak itu  Peri Alvar mendapat julukan  ‘Peri bersayap madu’.
                Atas kesalahannya, Peri Elya mendapat hukuman, memberi makanan pada ikan-ikan di laut untuk waktu yang lama.***


Nina Rahayu Nadea. Menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Tulisannya dimuat di:  Pikiran Rakyat, Galamedia, Kabar Priangan, Majalah Kartini, Analisa Medan, Radar Bojonegoro, Majalah Potret Banda Aceh, Majalah Baca Banda Aceh, Suara Karya, Suara Daerah, Majalah Kandaga, Majalah Mangle, SundaMidang, Galura, Tabloid Ganesha, Tribun Jabar, Majalah HAI, dll


Tidak ada komentar:

Posting Komentar