Rabu, 17 Juni 2020

Ramuan Ajaib



dimuat di Majalah Geliat Gemilang, 2019

Ramuan Ajaib
Oleh Nina Rahayu Nadea
                 
                Dengan malas Baba Badak, Lula Kijang dan Bubu Monyet  menyirami aneka tanaman di halaman belakang istana. Pekerjaan yang terpaksa dilakukan sebagai hukuman dari sang raja, karena mereka lalai menjaga hutan.              
                “Pekerjaan ini sungguh memuakan.” Lula melempar gembor yang dipegangnya.
                “Aku pun sama.” Baba mendengus. Duduk di pinggir Lula.
                “Apakah kau menyenangi pekerjaan ini Bubu?” Lula berteriak ke arah Bubu Monyet yang sedang asyik dengan pekerjaannya.
                “Sebenarnya aku pun malas.”Bubu berjalan mendekat.”Tapi aku takut raja akan marah lagi kalau hasil panen bunga ini jelek.”
                “Iya... aku juga tak mau kembali mendapat hukuman. Tapi bayangkan,  panen bunga ini masih lama. Medingan nanti hasilnya bagus, kalau tak menggembirakan?”
                “Yang penting kita sudah berusaha.” Jawab Bubu pelan.
                “Lihat bunga kepunyaan Beru.” Lula menunjuk tanaman di sebelah kanan. Aneka bunga milik Beru terlihat begitu segar dan mengembang.
                “Iya, aku sudah lihat. Lantas?”
                “Kenapa milik Beru bisa bagus seperti itu, yah?” Tak berkedip Bubu memandang tanaman Beru. “Akan kuselidiki ramuan apa yang dipakai Beru.”
*
                Beru sangat berbahagia ketika melihat teman-temannya  bekerja dengan sigap. Tidak seperti biasanya lelet,  bahkan harus diingatkan berulang kali oleh dirinya tentang pekerjaan yang dititahkan raja pada mereka. Alasan utama Beru mengingatkan adalah karena rasa kasihan, jika kemudian mereka dihukum lagi oleh raja.
                “Halo Baba... sudah siang. Ayo bangun.”  Beru mengetuk rumah Baba.
                Alih-alih dijawab malah dilempari makanan bekas dari rumahnya. “Kamu mengganggu tidurku saja, Beru. Cepat pergi!”
                Pun ketika mengingatkan kedua temannya yang lain Bubu Monyet dan Lula Kijang. Hanya caci yang didapat.
                “Mau  cari muka yah. Biar disebut paling rajin. Supaya mendapat pujian dari raja? Jangan ganggu kami. Ayo, pergi.”
                Ah, semenjak itu Beru tak lagi memerhatikan mereka. Yang penting pekerjaanya selesai itu saja.  Dan kali ini betapa bahagianya, ketika melihat sahabatnya sudah bertugas dengan ceria.
                “Sedang berbahagia yah?” Beru bertanya pada Baba badak.
                “Iya. dong Beru. Kita harus melakukan pekerjaan ini dengan baik. Sebentar lagi musim panen kan tiba. Jangan sampai hasil panen  jelek. Nanti sang raja menjadi murka. Ia kan Lula?”
                “Iya.... pokoknya  jangan sampai lengah. Jangan sampai hasil panen gagal.”
                “Ya... ya... aku bangga pada kalian.” Beru tersenyum begitu gembira. “Dengan bekerja sama pekerjaan kita akan cepat selesai.” Beru berkata lagi.
                Hari yang ditunggu pun tiba. Panen.  Maka dikumpulkanlah hasil bunga itu di tempat raja. Raja sendiri yang menilai mana bunga yang bagus dan segar juga mana yang kurang perawatan. Bagus dan segar pertanda pegawainya melakukan pekerjaan dengan baik, tak lalai sedikit pun.
                Bubu Monyet sudah melihat hasilnya. Mereka begitu kecewa karena ternyata hasil panen mereka kalah jauh dengan kepunyaan Beru. Bunga-bunga yang dihasilkan Beru begitu banyak dengan hasil yang bagus. Lihatlah bunga mawar Beru.  Mekar dan indah, warnanya pun beraneka.
                “Pekerjaanmu begitu memuaskan Beru. Kiranya kau memang berbakat menata tanaman di lingkungan kerajaan ini.” Puji sang raja bangga.
                “Maaf paduka raja. Jangan kau tertipu dengan apa yang dihasilkan oleh Beru. Ia  licik.” Kata Baba Badak tiba-tiba.
                “Licik. Apa maksudmu?“ Beru menyela. Ia merasa heran dengan apa yang didengar.
                “Iya, raja.  Dia itu licik. Mempunyai ramuan ajaib.” Lula berkata.
                “Maksud kalian apa. Ayo ceritakanlah.” Raja berkata.
                “Sudah sering saya melihat. Ia masuk ke gudang belakang. Komat kamit sebelum bekerja, menaburkan ramuan  ke dalam gembor. Itu bukti bahwa ia mempunyai ramuan rahasia.
                “Benarkah itu?” Raja bertanya pada Beru.
                “Jangan percaya mereka.”
                “Bohong. Ini buktinya paduka.” Baba memberikan ramuan yang telah diambil dari gudang. “Ia telah berbuat curang.”
                “Memang saya menaburkannya. Tapi itu bukan apa-apa. Itu hanya...”
                “Sudahlah, ngapain mau bela diri segala. Semuanya sudah jelas. Kau telah berbuat curang.” Ucap Lula, dengan sengit.
                “Sudahlah. Tim dari kerajaan yang akan memeriksanya. Kalau Beru berbuat curang, pasti akan ada hukumannya.”
                “Rasain!” Kata Lula.
               
                Betapa malunya Baba, Lula dan Bubu. Ketika juri kerajaan memeriksa ramuan tersebut. Karena hasilnya adalah  pupuk kandang yang sengaja dibuat oleh Beru.
                “Terus mengapa harus komat kamit segala?” Selidik Baba.
                “Itu hanyalah do’a. Memohon padaNya agar apa yang kita lakukan mendapat hasil yang terbaik. Bukankah setiap pekerjaan itu harus diawali dengan berdo’a? Nah, itu yang kulakukan.” Beru menjelaskan.
                Beru berbahagia karena mendapatkan bintang kemenangan. Tapi ia menolak ketika akan diambil gambarnya oleh potografer kerajaan.
                “Saya ingin dipoto bersama teman-teman saya. Ayo, Lula, Baba, Bubu. Ini kemenangan kita bersama.”***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar