dimuat di Majalah Geliat Gemilang, 2019 |
Ramuan Ajaib
Oleh Nina Rahayu Nadea
Dengan
malas Baba Badak, Lula Kijang dan Bubu Monyet menyirami aneka tanaman di halaman belakang
istana. Pekerjaan yang terpaksa dilakukan sebagai hukuman dari sang raja,
karena mereka lalai menjaga hutan.
“Pekerjaan
ini sungguh memuakan.” Lula melempar gembor yang dipegangnya.
“Aku
pun sama.” Baba mendengus. Duduk di pinggir Lula.
“Apakah
kau menyenangi pekerjaan ini Bubu?” Lula berteriak ke arah Bubu Monyet yang
sedang asyik dengan pekerjaannya.
“Sebenarnya
aku pun malas.”Bubu berjalan mendekat.”Tapi aku takut raja akan marah lagi
kalau hasil panen bunga ini jelek.”
“Iya...
aku juga tak mau kembali mendapat hukuman. Tapi bayangkan, panen bunga ini masih lama. Medingan nanti
hasilnya bagus, kalau tak menggembirakan?”
“Yang
penting kita sudah berusaha.” Jawab Bubu pelan.
“Lihat
bunga kepunyaan Beru.” Lula menunjuk tanaman di sebelah kanan. Aneka bunga
milik Beru terlihat begitu segar dan mengembang.
“Iya,
aku sudah lihat. Lantas?”
“Kenapa
milik Beru bisa bagus seperti itu, yah?” Tak berkedip Bubu memandang tanaman
Beru. “Akan kuselidiki ramuan apa yang dipakai Beru.”
*
Beru
sangat berbahagia ketika melihat teman-temannya
bekerja dengan sigap. Tidak seperti biasanya lelet, bahkan harus diingatkan berulang kali oleh
dirinya tentang pekerjaan yang dititahkan raja pada mereka. Alasan utama Beru
mengingatkan adalah karena rasa kasihan, jika kemudian mereka dihukum lagi oleh
raja.
“Halo
Baba... sudah siang. Ayo bangun.” Beru
mengetuk rumah Baba.
Alih-alih
dijawab malah dilempari makanan bekas dari rumahnya. “Kamu mengganggu tidurku
saja, Beru. Cepat pergi!”
Pun
ketika mengingatkan kedua temannya yang lain Bubu Monyet dan Lula Kijang. Hanya
caci yang didapat.
“Mau cari muka yah. Biar disebut paling rajin. Supaya
mendapat pujian dari raja? Jangan ganggu kami. Ayo, pergi.”
Ah,
semenjak itu Beru tak lagi memerhatikan mereka. Yang penting pekerjaanya
selesai itu saja. Dan kali ini betapa
bahagianya, ketika melihat sahabatnya sudah bertugas dengan ceria.
“Sedang
berbahagia yah?” Beru bertanya pada Baba badak.
“Iya.
dong Beru. Kita harus melakukan pekerjaan ini dengan baik. Sebentar lagi musim
panen kan tiba. Jangan sampai hasil panen jelek. Nanti sang raja menjadi murka. Ia kan Lula?”
“Iya....
pokoknya jangan sampai lengah. Jangan
sampai hasil panen gagal.”
“Ya...
ya... aku bangga pada kalian.” Beru tersenyum begitu gembira. “Dengan bekerja
sama pekerjaan kita akan cepat selesai.” Beru berkata lagi.
Hari
yang ditunggu pun tiba. Panen. Maka dikumpulkanlah
hasil bunga itu di tempat raja. Raja sendiri yang menilai mana bunga yang bagus
dan segar juga mana yang kurang perawatan. Bagus dan segar pertanda pegawainya
melakukan pekerjaan dengan baik, tak lalai sedikit pun.
Bubu
Monyet sudah melihat hasilnya. Mereka begitu kecewa karena ternyata hasil panen
mereka kalah jauh dengan kepunyaan Beru. Bunga-bunga yang dihasilkan Beru
begitu banyak dengan hasil yang bagus. Lihatlah bunga mawar Beru. Mekar dan indah, warnanya pun beraneka.
“Pekerjaanmu
begitu memuaskan Beru. Kiranya kau memang berbakat menata tanaman di lingkungan
kerajaan ini.” Puji sang raja bangga.
“Maaf
paduka raja. Jangan kau tertipu dengan apa yang dihasilkan oleh Beru. Ia licik.” Kata Baba Badak tiba-tiba.
“Licik.
Apa maksudmu?“ Beru menyela. Ia merasa heran dengan apa yang didengar.
“Iya,
raja. Dia itu licik. Mempunyai ramuan
ajaib.” Lula berkata.
“Maksud
kalian apa. Ayo ceritakanlah.” Raja berkata.
“Sudah
sering saya melihat. Ia masuk ke gudang belakang. Komat kamit sebelum bekerja,
menaburkan ramuan ke dalam gembor. Itu
bukti bahwa ia mempunyai ramuan rahasia.
“Benarkah
itu?” Raja bertanya pada Beru.
“Jangan
percaya mereka.”
“Bohong.
Ini buktinya paduka.” Baba memberikan ramuan yang telah diambil dari gudang.
“Ia telah berbuat curang.”
“Memang
saya menaburkannya. Tapi itu bukan apa-apa. Itu hanya...”
“Sudahlah,
ngapain mau bela diri segala. Semuanya sudah jelas. Kau telah berbuat curang.”
Ucap Lula, dengan sengit.
“Sudahlah.
Tim dari kerajaan yang akan memeriksanya. Kalau Beru berbuat curang, pasti akan
ada hukumannya.”
“Rasain!”
Kata Lula.
Betapa
malunya Baba, Lula dan Bubu. Ketika juri kerajaan memeriksa ramuan tersebut.
Karena hasilnya adalah pupuk kandang
yang sengaja dibuat oleh Beru.
“Terus
mengapa harus komat kamit segala?” Selidik Baba.
“Itu
hanyalah do’a. Memohon padaNya agar apa yang kita lakukan mendapat hasil yang
terbaik. Bukankah setiap pekerjaan itu harus diawali dengan berdo’a? Nah, itu
yang kulakukan.” Beru menjelaskan.
Beru
berbahagia karena mendapatkan bintang kemenangan. Tapi ia menolak ketika akan
diambil gambarnya oleh potografer kerajaan.
“Saya
ingin dipoto bersama teman-teman saya. Ayo, Lula, Baba, Bubu. Ini kemenangan
kita bersama.”***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar