Minggu, 30 November 2014

Ilalang

Cerpen ini dimuat di majalah Guneman. Majalah Guru di Jawa Barat. Semoga bermanfaat bagi yang membaca.







Ilalang depan Rumah
Oleh: Nina Rahayu Nadea
            Aku menyesali keputusan Ayah, memindahkanku ke rumah eyang yang berada jauh dari rumah ini. Keputusan Ayah berarti penyiksaan untukku, menghapuskan kenangan yang telah lama bersemayam dalam hatiku. Tapi ternyata Ayah tak bergeming dengan keputusannya. Ia kokoh dengan pendiriannya, walau air mata ini berurai dan menghiba di hadapannya. Jawaban ayah tetap, ‘aku harus dipindahkan’.
            Ini adalah malam terakhir aku berada di rumah, di kamarku yang selama ini memberi ketenangan, memberi kedamaian untukku dan menyembuhkan rasa rindu pada suamiku. Harapan terindah dan ketenangan bersama suamiku terusik dengan tindakan Ayah yang memisahkan kedekatan kami.
            Kulihat jam dinding di kamarku. Jam dua malam. Tapi  mataku tak juga mau terpejam, semakin aku memikirkan perpisahan ini, semakin terbayang jelas wajah suamiku yang sangat kurindu. Hingga rasa kantukku semakin jauh kurasa. Kuturuni ranjang tempat tidurku, kuambil sandal dan bergegas menuju kamar mandi. Air dingin menusuk kulitku. Ah, terasa air wudhu menyejukkan wajahku yang sembab karena air mataku. Malam ini aku akan mencurahkan segala kemelut dan gundah gulana yang bersarang di hatiku. Aku ingin Sang Kholik mendengar semua keluh kesahku. Tak terasa sajadahku menjadi basah karena bulir air mataku yang terus jatuh. Ya Tuhan, kenapa kau biarkan Ayah memisahkan aku dengan seorang yang senantiasa aku rindu. Padahal kedekatannya begitu menyejukan hatiku, hanya dia yang mengerti keberadaanku, hanya dia yang mampu menghapus duka laraku. Tapi ternyata rasa rindu yang kucurahkan pada seorang kekasihku membuat marah ayahku. Ayah tak mau melihatku bahagia.
            “Cepatlah tidur Nak, sudah malam.” Ibuku membuka gorden kamarku.
            Aku hanya mengangguk. Segera kubereskan perlengkapan sholatku dan kusembunyikan wajahku di balik selimut tebal. Aku tak mau Ibu kasihan melihat keberadaanku yang begitu larut dalam duka. Aku tau, tangisan Ibu akan keluar setiap menatapku. Dan aku tak mau itu terjadi. Aku sayang Ibu. Aku tak mau Ibu  bersedih. Maka aku berpura-pura tidur.     
            Lama sekali waktu berlalu, setiap dentang jam yang kudengar semakin membuatku terbang dalam lamunan. Suara jam yang berdentang membawaku dalam suasana kebahagiaan karena kedatangan mas Bambang yang kurindu.
            “Ini adalah jam istimewa untukmu.”
            “Makasih ya Mas, kau selalu saja ingat hari istimewaku,” aku terharu.
            “Ya ingat dong, masa ulang tahun istrinya sendiri ngak ingat.” Ia merengkuh aku.
            Rengkuhannya begitu membuaiku, melepas rasa rindu yang selama ini tertahan dan menggunung dalam gelora jiwaku.
            “Rin, cepatlah bangun sudah shubuh.”
            “Ya, Bu.” Kukedipkan mataku pada suamiku terkasih. “Pokoknya kita harus tetap menyatu,” aku mendekatkan bibirku ke telinganya. Kulihat senyum tersungging dari bibirnya. Segera aku ke air dan berkemas dengan cepat. Aku tak mau Ayah marah.  Aku sudah tau sifat ayahku yang begitu otoriter, hingga tak seorang pun dapat membantah keinginannya, begitu pun Ibu.
            Kulihat ayah sudah duduk di meja makan. Diambilnya telor dan nasi goreng di piringnya. Dipinggir Ayah kulihat mas Bambang menyuapkan nasi ke mulutnya ia tetap tersenyum ke arahku. Senyum yang penuh arti. Aku balas tersenyum.
            “Cepatlah makan jangan senyum saja,” ayah menghardikku.
            Kepalaku langsung menunduk karena bentakan Ayah. Tapi tetap saja dari sudut mataku, kulihat mas Bambang yang senantiasa kurindu.
*
            Perjalanan menuju rumah eyang begitu melelahkan. Kulihat ayahku yang sedang menyetir dengan serius, di pinggirnya Ibu yang raut mukanya mendung, kulirik adikku yang tertidur pulas.
            “Coba kalau mas Bambang ikut ya, Bu.”
            Ibu tak menjawab. Hanya guratan duka yang kian terpampang jelas dari wajahnya. Ibu begitu bersedih.
            “Diamlah Rini,” bentak Ayah. Aku diam, sepertinya semua orang tak mau diganggu. Kulihat pepohonan di kiri kanan yang begitu lebat, melambai-lambai terkena angin. Kulihat gundukan pasir tempatku berjumpa dengan mas Bambang dulu, segera aku lewati. Masih ingat waktu itu ketika mas Bambang baru mendapatkan gaji bulanan. Dengan bangganya ia mengajakku ke tempat ini. Tempatnya begitu sejuk melenakan hatiku. Riuh angin dan suara cericit burung menjadi temanku saat itu. Mas Bambang tak henti-hentinya memuji kecantikanku.
            “Kau begitu cantik Rini.”
            “Ya, iyalah kan aku istrimu.”
            “Tak salah aku memilihmu menjadi istri. Kau cantik, pintar dan menarik.” Ia diam memandang ke arah kejauhan yang hanya gundukan tanah terjal, sesekali kulihat burung lewat dan menertawakan mas Bambang. “Maaf aku belum bisa membahagiakanmu.” Suaranya parau.
            Kusandarkan kepalaku di dadanya.  “Aku justru bahagia bersamamu, Mas.”
            “Walau hidup menderita?”
            “Menderita bagaimana? aku sangat bahagia bisa mempunyai seorang suami yang sangat menyayangiku.”
            “Semoga kau selamanya untukku dan tak kan berpaling.” Ia memelukku.
            Ah, bahagia sekali berada di dekat seseorang yang selamanya aku rindu. Rasa rinduku begitu membuncah dan tak pernah tergantikan oleh apa pun, walau Ayah senantiasa marah, bila memergokiku tengah berduaan dengan mas Bambang. Tapi tetap kulakukan, karena hanya mas Bambang yang dapat mengerti keadaanku.
            “Bu, lihat mas Bambang menyusul dari belakang.” Badanku berbalik 180 derajat. Kulihat mas Bambang dengan motor vespanya mengikuti mobil yang kami tumpangi.
            “Yah, pelan-pelan dong jalannya, Kasihan mas Bambang.” Ujarku pada Ayah.
            “Sudahlah Rin, lebih baik kau istirahat saja.” Kulihat Ibu mengusap air mata dengan punggung tangannya.
            Ibu, kenapa kau tak membela anakmu? ternyata Ibu begitu takut dengan Ayah. Sehingga setiap kali aku membicarakan mas Bambang tak pernah sekali pun Ibu membelaku. Ibu lebih mencintai Ayah dari padaku. Ibu begitu takut dengan Ayah. Segala pertanyaan memenuhi kepalaku.
            “Baiklah, Bu. Tapi  Ibu jangan menangis saja. Rini tak tahan melihat air mata Ibu.”
            Ibu tersenyum ke arahku. Senyum yang mendamaikan hatiku. Tapi kulihat isak tertahan  berada di sana. Di lubuk hati yang terdalam. Demi sayangku pada Ibu. Demi cintaku pada Ibu. Akhirnya aku terdiam. Kini mataku lurus ke depan. Kubiarkan mas Bambang menyusul mobil yang kami tumpangi, tanpa perlu aku membalikan badanku. Aku tahu, pasti mas Bambang akan menyusulku. Karena aku tahu ia begitu mencintaiku. Bukankah semalam kami telah berjanji untuk senantiasa mempertautkan rindu, menyatukan cinta yang tak kan pernah pupus di makan waktu. Yang takan pernah reda dimakan usia. Aku milikmu, ia milikku. Cinta kami begitu utuh. Tak pernah bercerai berai. Tetap kan kulakukan apa pun, walau ayah begitu membenci. 
*
            Pertama kali berada di rumah eyang, kesunyian menderaku. Betapa tidak, seolah aku dibuang oleh ayah- ibuku, jauh dengan adikku. Rasa rinduku dipisahkan oleh keadaan, oleh waktu, oleh tabiat Ayah yang begitu mencerca. Ayah- ibuku hanya sebentar berada di rumah eyang, karena besok mereka harus masuk kerja, kembali beraktifitas. Kudengar Ayah  menitipkanku pada eyang. Aku hanya tersenyum kecil, Aku mau dititipkan sama eyang? Hehe apa tidak terbalik, eyang yang sudah sepuh malah bisa dibilang agak pikun harus merawatku? Ah, Ayah tega-teganya kau, membebani ibumu sendiri dengan anakmu.
            Sepeninggal Ibu, aku berdiri di pekarangan rumah. Kutunggu mas Bambang datang ke rumah eyang. Tapi yang kutunggu tak jua datang. Mungkinkah ia tersesat, gumanku. Tapi aku tak bisa lama berada di pekarangan. Karena tiba-tiba eyang datang. Dengan jalan tertatih-tatih dan badan yang bungkuk ia memegang tanganku.
            “Ayo, Rin masuk ke rumah, tak baik di luar saja.”
            “Baik eyang.” Aku menuntun tangan eyang masuk ke rumah. Tapi sesekali mataku mengerling ke arah jalan berharap mas Bambang segera datang.
            Kuperhatikan setiap sudut di rumah eyang. Begitu asri dan bersih. Aku kagum pada eyang di usianya yang sangat sepuh, eyang begitu mandiri dan mampu mengerjakan semuanya degan rapi. Kuikuiti kegiatan eyang. Sedari Shubuh telah bangun menyalakan tungku di dapur, membawa suluh yang berada di luar kemudian menyimpannya dekat dengan perapian, memasak alakadarnya, menyiram bunga di halaman, memberesken rumah, memberi makan ternak di belakang rumah. Sesekali eyang melihatku yang tiduran di kamar. Tak segan ia masuk ke kamar tempatku tidur, memberi air putih atau makanan kecil lainnya.
            “Ayo makan, biar kamu sehat. Atau mau eyang suapin?” Rasa sayang terpancar dari wajah eyang yang begitu keriput.
            “Ngak ah, aku ambil sendiri.”
            Aku beranjak ke luar kamarku dan mengikuti perintah eyang.
            Kini aku mulai terbiasa di rumah eyang, dan aku menikmatinya. Kugantikan tugas eyang menyiram bunga. Dan inilah yang membawa pertemuan dengan mas Bambang. Di setiap pagi dan sore ketika tugasku menyiram dan merawat bunga kini menjadi sesuatu yang sangat membahagiakanku. Karena dengan begitu aku dapat bertemu dengan mas Bambang hingga dapat mencurahkan rindu yang bersemayan di lubuk hatiku.
            Bermula ketika aku menyaksikan hamparan ilalang yang berada persis di depan rumah eyang. Hamparannya begitu luas, ilalang melambai-lambai begitu indahnya dan sangat menyenangkan hatiku. Lambaiannya mengingatkanku akan kepergian mas Bambang waktu itu.
            “Rin, besok mas Bambang ada tugas ke luar kota. Tepatnya Yogyakarta.”
            “Berapa lama?”
            “Sebentar hanya satu minggu.”
            Aku terdiam. Belum puas rasanya bersama dengan mas Bambang. Sebulan lalu baru saja kami menikah, dan kini rasanya tak rela aku melepasnya pergi. Walau hanya satu minggu.
            “Koq diam Rin...?” Ia menghela nafas “Itu semua kan demi pekerjaan, semua kulakukan untukmu juga.” Ia berkata lirih seperti tau apa yang ada dalam hatikku.
            “Aku takut.”
            “Takut apa sayang?”
            “Kecantol cewek Jogja.”
            “Haha. Rin...Rin, boro-boro bisa menggaet cewek. Nih lihat jadwalnya saja sangat padat.” Mas  Bambang mengeluarkan secarik kertas dari tasnya dan menyodorkannya padaku.
            “Iya...aku percaya koq!” aku memberi senyum terindah untuk mas Bambang.
            Seiring itu tiba-tiba munculah bayangan yang sangat ku rindu, sosok mas Bambang muncul dari rindangnya ilalang, muncul dari jalan setapak yang berada di pinggir ilalang. Dengan gagahnya ia berjalan menuju ke arahku, dengan senyum tersungging tak lepas dari bibirnya ia berjalan ke arahku. Dari kejauhan tak lupa tangannya melambai-lambai ke arahku sama seperti lambaian ilalang yang bergemuruh, bersemangat dan mengucapkan selamat padaku atas pertemuanku dengan seseorang yang kurindu.
            Kulirik mataku ke kiri dan ke kanan takut eyang mengetahui kegiatanku, bertemu dengan mas Bambang dan melaporkannya pada Ayah. Tapi tadi eyang sedang asyik memberi makan ayam jadi ia tak mungkin mengetahui pertemuanku, batinku. Kulayangkan pandanganku menuju ilalang. Seperti biasa ia akan melambai-lambai sama dengan lambaian tangan mas Bambang setiap kali bertemu denganku. Aku membalas  lambaiannya. “Mas Bambang cepatlah,” suaraku tertahan memanggilnya, takut kedengaran oleh eyang.
            Tak berapa lama yang kurindu telah berada di dekatku. Gagah sekali, dengan jaket kulit kegemarannya dan satu yang tak pernah ia lupa, memberikanku seikat mawar kesukaanku. “Spesial untukmu,” ia berkata sambil menyerahkan seikat mawar merah padaku.
            “Makasih sayang,” aku mencium mawar pemberiannya.
            Entah berapa lama kami asyik bercerita, melepas rindu, mencurahkan beban yang berkecamuk dalam hatiku juga perihal Ayah yang semakin lama membenci kedatangan mas Bambang.
            “Rin, cepat ke rumah sudah Magrib.” Eyang memegang tanganku. Aku terkejut tak menyangka eyang telah berada di dekatku. Seketika wajahku pucat pasi, takut eyang mengetahui segala kegiatan yang telah aku lakukan. Aku menurut pada eyang, aku masuk ke rumah. Kulirik mas Bambang yang berada di dekatku dan memberi senyum serta memberiku semangat yang tinggi, itu ku ketahui dari tangannya yang mengepal. “Jangan takut, ayo bersemangatlah.” Mungkin itu kalau aku tafsirkan.
            Yang aku takutkan ternyata menjadi kenyataan. Besoknya Ayah dan Ibu datang ke rumah. Tanpa basa-basi ia langsung memarahiku.
            “Rini, apa maumu sebenarnya? Ayah malu kamu senantiasa membuat malu. Tadinya ayah sengaja menitipkanmu di rumah eyang supaya kamu tenang dan menjadi berubah tapi ternyata sama saja.” Ayah memakiku.
            “Ayah cukup. Jangan kau marahi Rini seperti itu.” Ibu memelukku dan berurai air mata.”Seharusnya tak perlu kau jauhkan Rini dari kita, justru kita harus mendampingi dan memberinya semangat.”
            “Beginilah  kalau kau selalu memanjakan Rini, ia menjadi pribadi yang lemah.”
            “Sudahlah Ibu jangan menangis, aku sudah kuat, aku sudah terbiasa dengan marah Ayah. Aku akan menerimanya karena ada seseorang yang senantiasa menyemangatiku.” Aku tersenyum.
            “Siapa dia Rini?”
            “Tuh di luar sedang menungguku.” Aku menunjuk ke arah luar. Tepat di mana mas Bambang berdiri tersenyum ke arahku.
            “Siapa?” Ibu ke luar rumah celingukan ke sana ke mari mencari seseorang yang aku tunjukan.
            “Mana Rin? Koq ngak ada siapa-siapa?”
            “Ada Bu, tuh mas Bambang!” aku berteriak kesal.
            “Rini, sadarlah, Nak! Mas Bambangmu telah tiada. Iklaskan dia.” Ibuku seketika pingsan. Tergeletak di hadapanku.***

Sabtu, 22 November 2014

Dimuat di Majalah Potret, Banda Aceh

Perempuan Masa Kini
Oleh : Nina Rahayu Nadea (Komunitas IIDN, Bandung Jawa Barat)

Belakangan ini, masyarakat  dikejutkan maraknya kasus pemerkosaan terhadap perempuan, dan yang lebih menyedihkan kasus-kasus seperti ini adalah terjadi di sebuah angkot tempat mereka menumpang ketika kerjanya selesai. Apa yang anda pikirkan?? Tentu berontak dan marah pasti meliputi hati Anda. Betapa tidak seorang perempuan yang harusnya dijaga, diberi penghargaan dan dijungjung tinggi harkat dan martabatnya malah mendapat perlakuan yang sangat tidak manusiawi. Angkot yang merupakan fasilitas umum yang penting kini menjadi hal yang begitu menakutkan.
Banyaknya kasus pemerkosaan yang terjadi dalam angkot. Pun di tempat lain, terjadi akibat adanya peluang yang terjadi dan dilakukan spontan oleh pelaku. Tapi ada juga yang dengan sengaja mempersiapkan dirinya melakukan pemerkosaan atau kriminalitas lainnya karena para korban yang lengah dan tidak berdaya,
CIREBON (Pos Kota) – Mayat berjenis kelamin perempuan ditemukan di dalam terowongan jembatan Tol Kanci-Pejagan tepatnya di KM 246. Dugaan sementara korban sengaja dibuang ke dalam selokan di jalur tol milik Bakrie tersebut, Senin (7/5/2012).
Informasi yang diperoleh, mayat perempuan itu ditemukan oleh petugas tol yang tengah melakukan patroli. Saat itu petugas mencium bau busuk yang menyengat. Setelah dicari ternyata sumber bau busuk berasal dari terowongan tol. Benar saja, mayat perempuan yang sudah membusuk tergeletak di dalam terowongan.(www.poskota.newscom)
Ada banyak kasus yang menimpa perempuan yang tergolong kasus kriminalitas. Ya, perempuan memang sangat rentan dengan masalah kriminalitas. Mengapa hal ini terjadi? Mungkin karena mereka menganggap bahwa perempuan adalah mahluk yang lemah dan gemulai dan takan pernah melakukan perlawanan  dan hanya akan menangis jika aksi kriminalitas berlangsung. Berbeda degan lelaki yang dengan segera sigap. Kelaki-lakiannya muncul pabila aksi yang tidak diinginkan terjadi.
            KOMNAS Perempuan dalam siaran pers Hari Ibu tahun 2011 menyebutkan, pada tahun 2010 terjadi 105.103 kasus kekerasan terhadap wanita yang tercatat, 101.128 (96 %) nya adalah kasus KDRT. Komnas Perempuan mendokumentasikan, pada periode 1998-2010 sebanyak 93.960 kasus (25%) adalah kasus kekerasan seksual berupa perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan wanita untuk tujuan seksual, eksploitasi seksual, penyiksaan seksual, dsb. Bila dirata-ratakan maka setiap hari ada 28 wanita menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia (https://miauideologis.wordpress.com)
Masalah kriminalitas yang mengganggu para perempuan bukan terjadi sekarang ini. Jauh dari dulu sudah ada,  tapi persentasenya semakin ramai sekarang ini. Miris memang di saat emansipasi perempuan  semakin tinggi, disaat perempuan berusaha untuk setara dengan para lelaki dalam bekerja, di saat  globalisasi sekarang yang memberi peluang  melebarkan langkah. Para perempuan justru dihadapkan dengan rasa tidak aman, akibat kriminalitas yang kian menggunung.
Secara fitrahnya seorang perempuan pasti menginginkan waktunya tercurah hanya untuk keluarga, mengayomi anak-anaknya dalam waktu yang cukup. Tapi kenyataan tidak semudah yang dibayangkan. Adanya kapitalisme bebas sekarang ini  belum menjamin adanya kesejahteraan hidup dan mengayomi kebutuhan rumah tangga. Lihat saja di sekeliling kita, banyak sekali para pria sebagai kepala keluarga yang kelimpungan - tidak bisa mencukupi kehidupan keluarganya karena gajinya yang masih jauh mencukupi keluarganya.
Hal ini menyebabkan perempuan yang seharusnya mengurus anak, tinggal di rumah menjaga keutuhan keluarganya kini tidak lagi menjadi fokus. Kini para perempuan bersama para suaminya sama-sama mencari pekerjaan hanya untuk keutuhan keluarga. Tak  jarang dari perempuan ini mengalami eksploitasi bekerja hingga larut malam. Kelelahan yag menderanya bertambah berat dengan masalah yang semakin komplek dengan kriminalitas yang tentu saja membuat para perempuan ketar ketir dalam bekerja.
Ada beberapa alasan mengapa perempuan seringkali dijadikan tindak kriminalitas oleh para pelaku:

Anak-anak yang kurang perhatian keluarga, bermain di luar rumah tanpa ada batasan, hingga akhirnya bebas melakukan hal yang mereka inginkan tanpa pengamanan orang tua. Apalagi dengan zaman tekhnologi yang kian canggih,  HP, internet, media cetak, media visual, sangat memudahkan mereka untuk mengacces apa yang mereka inginkan. Tanpa bimbingan orang tua tentu akan memudahkan mereka melihat hal yang belum pada waktunya yang dalam hal ini memicu pada tindakan kriminalitas.
Maraknya kesetaraan yang salah kaprah, ingin segera mewujudkan impiannya menjadi sosok yang sukses dan dihargai orang lain,  dengan tanpa pengamanan dan kendali yang kuat menjadi seorang perempuan sasaran yang empuk dalam hal kriminalitas. Lihat saja korban trafficking  yang semakin banyak atau masalah TKI yang terus berkelanjutan menjadi masalah yang kian hari kian menggunung. Ya, para perempuan yang haus akan sebuah mimpi dalam kesejahteraan kini menjadi dilema dalam masalah kriminalitas yang berkepanjangan. Dan ini harusnya menjadi perhatian yang lebih bagi para pihak terkait.
Hal yang memprihatinkan yang membuat semakin maraknya kriminalitas terhadap perempuan adalah karena perempuan itu sendiri yang banyak mengumbar aurat. Perempuan yang merupakan mahkluk Tuhan yang seksi dan menjadi sorotan lelaki hidung belang seringkali dengan sengaja mempertontonkan hal yang harusnya ditutupi ke ruang  public. Rok mini, pakaian ketat, memperlihatkan dadanya, seringkali tanpa disadari membuat andrenalin lelaki meninggi dan sulit tuk dihindarkan.
Penampilan menarik di masa kini diharapkan mampu memperlancar hubungan kerja dengan banyak pihak. Karena dari penampilan biasanya akan timbul rasa suka sehingga berlanjut ke masalah lainnya. Tapi jangan disalahkan, jika pada akhirnya dari penampilan itu sendiri timbul masalah yang susah untuk dihindarkan.
Dilema memang, menjadi sosok perempuan yang ingin trendy di sela aktifitas bekerjanya tapi di sisi lain menyimpan suatu problematika yang akan dirasakannya sendiri. Untuk itu perlu dipertimbangkan dari berbagai sisi dalam melakukan atau memakai mode pakaian. Di sisi lain tidak dibilang jadul tapi di sisi lain adalah tetap memegang norma dan menutupi aurat agar tidak terlihat di ranah publik. Karena percayalah dengan berdandan memakai dan menutup aurat, seorang perempuan masih bisa bekerja dengan optimal.
Yang paling meyesakan dan menjadi derita para korban kriminalitas perempuan adalah hukum bagi para pelaku kriminalitas yang sangat rendah. Hingga akhirnya tidak ada rasa jera dalam diri pelaku hingga tetap saja melakukan hal tersebut terus menerus. Dan ini merupakan momok yang sangat menakutkan bagi perempuan. Apalagi para perempuan yang mengharuskan mereka bekarja malam.
Mengingat korban kriminalitas perempuan semakin meninggi dan ini membuat penderitaan para perempuan terus menerus maka diharapkan pemerintah lebih serius menangani para korban dan menjatuhkan  hukuman setinggi tingginya kepada para pelaku. Bila perlu beri kesetaraan hidup yang layak untuk para pria sebagai kepala rumah tangga, yang diharapkan mengurangi angka kriminalitas para perempuan Indonesia.
Dan untuk para perempuan yang masih tetap setia menemani suaminya bekerja.  Dan tak rela menananggalkan pekerjaannya, demi rupiah karena kebutuhan yang semakin merangkak.  Mari kita tata minimal dari diri sendiri untuk menghindarkan terjadinya kriminalitas mendera kita. Berpakaian yang tidak mengundang syahwat lelaki, tidak memberikan peluang berduaan walau tuk sekedar makan malam, pastikan HP  tetap online. Bagi para pengguna angkot, pastikan anda tidak sendirian di dalamnya. Berteriak kencang jika Anda berada dalam perangkapnya, karena ini akan menjadi perhatian masyarakat.
                Dan tetap diingat bahwa perempuan masa kini adalah perempuan yang sanggup membagi waktunya untuk karier dan rumah tangga. Tetap ingat fitrahnya, sebagai ibu rumah tangga yang memberi perhatian lebih untuk anak dan keluarganya serta  memberi tuntunan hingga menjadi panutan anak-anaknya.

Kucinta SUNDA

https://www.facebook.com/groups/fikminsunda/permalink/426225487419024/
FIKMIN #Ujian Nasional jeung Sertifikasi Guru#

Basa dibéjaan yén manéhna teu lulus dina PLPG ujian sértifikasi. Awak langsung lungsé, téténjoan ranyai karonéng, sakapeung karasa murel. Beu...beu... rék teu kitu kumaha? Padahal di sakolana manéhna kapeto jadi guru teladan sarta dipercaya nyekel kelas 3.
Kitu pantes atuh, pan manéhna dipercaya jadi guru matematika. Sarta salilana jadi pada mikareueus ku sakola, sabab rata-rata matematika tiap taun teu weleh undak. Komo taun kamari mah pan anak didikna loba nu meunang peunteun 10 dina Ujian Nasionalna. Nu jadi kahemeng teh si Udin nu tara sakola jeung nilai sapopoéna goréng, tetela undak pisan. Meunang 10 nilai Ujian Nasionalna.
Beu! kayak kieu mah, dunya téh geus tibalik. Aya bahan budak ngajar guruna
· · · Friday at 3:54pm