Minggu, 11 Oktober 2020

Dua Jam Bersama Indosat Komunikasi Menjadi Lancar

 

Dua Jam Bersama Indosat Komunikasi Menjadi Lancar

Oleh Nina Rahayu Nadea

            Bosan di rumah Terus? Tidak ada aktivitas?  Penghasilan Menurun? Pemakaian kuota membengkak?   

            Permasalahan tersebut banyak bermunculan di era pandemi sekarang ini. Bukan hanya satu dua orang, namun seluruh dunia merasakan hal yang sama. Namun masalah bukan hanya untuk direnungi namun dicari solusinya. Carilah kegiatan positif  yang dapat membuat Anda lebih percaya diri serta dapat menuntaskan masalah. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan webinar baik itu melalui zoom meeting, webex meeting atau media lain yang sekarang ini banyak tersedia.

FLP Sukabumi bekerjasama dengan Indosat, baru-baru ini menyelenggarakan kegiatan bertema Copy Writing: Teknik Menjual Lewat Tulisan dengan lama kegiatan selama dua jam.   Sebuah bukti kepedulian  FLP Sukabumi juga Indosat di masa pandemi agar Anda senantiasa  kreatif. Sejatinya masa pandemi bukan berarti Anda berdiam diri namun harus membuat Anda lebih berbenah diri meskipun berada di rumah.


 

Sebagai narasumber dalam kegitan tersebut adalah Ali Muakhir, nama yang tak asing lagi di dunia menulis,  copy writer dan influencer.   Dalam kesempatan ini Ali menyampaikan trik-trik khusus bagaimana memanfaatkan media sosial yang baik serta mampu memanfaatkan tulisan agar pembaca tertarik dengan tulisan yang dibuat hingga  akhirnya pembaca membuat keputusan yang mengutungkan bagi si pembuat tulisan. Copy writer bisa juga dengan mengajak pembaca untuk tertarik masuk ke sebuah grup, mengunduh file, mengklik tautan dan lain-lain. 


 

Apa itu copy writing? Sebuah tindakan mennulis  dengan tujuan untuk mengiklankan atau memasarkan sebuah  produk, bisnis atau ide. Dengan kegiatan copy writing yang diharapkan adalah pembaca  menjadi terbujuk untuk membeli produk  yang diiklankan.

            Beberapa  manfaat copy writing: membuat promosi lebih efektif,  membuat pelanggan lebih percaya, meningkatkan konversi.

Pada kegiatan webinar ini, selain mendapat ilmu yang keren, peserta juga mendapat sertifikat, dan  bagi 25 peserta pertama yang mendaftar akan  mendapatkan pulsa sebesar tiga puluh  ribu persembahan dari Indosat. Satu lagi... para peserta tidak mengeluarkan uang pendaftaran alias gratis. Usai mengikuti kegiatan webinar, para  peserta bisa mengikuti  Lomba Menulis Blog dengan hadiah yang menarik. 


 

            Indoosat Ooredoo memahami tentang kegalauan Anda masa pandemi. Hadir untuk menemani Anda, mengurangi beban yang dirasa.  Memberikan kemudahan  bagi Anda, salah satunya dengan menghadirkan layanan terbaru  IM3 Ooredoo Officil WhatsApp, memudahkan pelanggan memanfaatkan fitur ini untuk pembelian paket internet, pengisian pulsa, pembayaran tagihan. Caranya  Klik IM3ooredoo.com/whtsapp, dan ikuti petunjuk yang diberikan.


 

            Lantas bagaimana  membuat copy writing agar menarik?

1.      Attention

Tulisan yang dibuat harus berbeda dari yang lain sehingga pembaca mempunyai perhatian lebih

2.      Interest

Tulisan yang dibuat membuat pelanggan tertarik dan membaca konten yang dibuat

3.      Desire

Calon pelanggan sangat menginginkan produk/layanan yang Anda buat

4.      Action

Mengajak calon pelanggan dapat mengambil tindakan

            Menjadilah seorang copy writer yang bijak dan mampu memanfaatkan media sosial sebaik mungkin. Dijamin penghasilan Anda akan meningkat sedikit demi sedikit seiring kepercayaan pelanggan yang semakin meningkat pula.

Takut kuota membengkak? Tak perlu khawatir, Indosat adalah solusinya.  Kini hadir Baru!IMPreneur dengan beragam pilihan harga.  Mengapa harus IMPreneur?

1.      Fleksible-Prabayar & Paskabayar

Leder dan member IMPreneur bisa berasal dri nomor  prabayar dan pascabayar

2.      Kuota Besar

Mulai dari 10GB sampai 320GB yang bisa di share ke tim kamu. WOW.

3.      Group Share

Bisa membuat grup dan mendaftarkan tim Anda hingga 25 member

4.      Sharing Kuota

Bebas share kuota aplikasi dan menit nelepon sesuai yang dibutuhan anggota tim Anda

5.      Mempermudah Bisnis

Mempermudah anggota tim untuk kolabrosi  dan maju bersama-sama

Mau terjun di dunia copy writer? Menulislah dengan bijak, ingat  Indosat karena komunikasi bersama Tim menjadi lancar. ***

 

#Indosatooredoo 

#FLPKabSukabumi

#LombangeblogFLP

#LombangeblogIndosat

#Im3Squad

           

Senin, 31 Agustus 2020

Pesan Mama

 

Carita Misteri

Dimuat di Koran Merapi, Yogyakarta


 

Pesan Mama

Oleh Nina Rahayu Nadea

                Aku sadar perbuatanku salah namun aku yakin Mama tidak akan  marah. Selama ini Mama senantiasa memaafkan aku juga mengabulkan keinginanku. Hingga semakin hari ulahku tambah menjengkelkan Mama. Namun tak sedikit pun aku merasa bersalah.

                Penyelasan datang ketika Mama berpulang. Dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Aku benar-benar kehilangan Mama. Mama segalanya bagiku. Aku hilang arah. Saudaraku seolah menyalahkanku atas kepergian Mama dan membuatku semakin terpuruk. Meski kehilangan Mama, meski rasa sedih kerap datang namun aku mengalihkan gundahku dengan caraku. Kumpul-kumpul dengan teman dan hal lain yang menbuat marah keluarga.

                Rumah yang asalnya selalu rapi dan bersih, rumah yang dulu ramai oleh orang mengaji kini sepi tak terdengar. Aku senantiasa memanggil teman-temanku untuk kumpul di rumah. Bermain game, bermain gitar sampai karokean sekencangnya. Kakakku yang dulu sering bertandang ke rumah Mama, kini tidak lagi.  Lebih senang berada di rumahnya ketimbang berada di rumah Mama. Praktis membuat aku leluasa berada du rumah dengan teman-teman.

                Suatu hari aku bersama temanku ngumpul di rumah. Tak kuidahkan Kakak yang kebetulan datang menyuruhku untuk salat waktu itu. Aku asyik bermain kartu sambil cekikikan tak tahu waktu. Azan Magrib berkumandang, lampu kunyalakan tanpa berniat sedikit pun untuk melaksanakan salat. Begitu terus sampai malam. Entah jam berapa waktu itu, tiba-tiba  lampu mati.

                “wah... gelap.”

                “Semua lampu mati.”

                “Ada lilin ngak?”

                “Ngak ada.”

                “Pake Hp.”

                “Oh, bentar ada di kamar.” Aku merayap memasuki kamar. Dam sst.... ada cahaya secepat kilat kulihat, bayangan antara nyata dan tidak menyerupai tubuh manusia, terdengar suara wanita. Suara yang begitu aku kenal. Suara Mama

                “Salatlah, Nak. Jadikan rumah ini seperti dahulu.”***

Suara di Tengah Malam

 Cerita Misteri

Dimuat di Koran Merapi, Yogyakarta

Cerita Misteri


 

Suara di Tengah Malam

Oleh Nina Rahayu Nadea

                Meski rumah belum seratus persen beres, namun  paman memutuskan untuk menempatinya, dan aku pun dibawa serta. Rumah paman berada di sebuah komplek. Meski tanah di sekeliling sudah ada pemiliknya, namun yang sudah dibagun baru tiga rumah. Di pagi hari akan terasa sangat betah, udara segar serta pemandangan alami yang eksotis akan memanjakan setiap orang namun ketika malam datang akan terasa sedikit mencekam. Itu mungkin alasan banyak yang belum tergerak hatinya untuk membangun rumah. Di rumah paman yang baru aku menempati kamar berada  paling pojok.

                Suatu malam, aku terbangun dari tidur teringat akan  laporan yang harus diserahkan besok pada dosen Manajemen. Rasa kantuk hilang sudah mengingat sang dosen yang killer, jangan harap mendapat nilai bagus jika tugas dikumpulkan telat.


 

                Untuk menyelesaikan  tugasku aku biasanya melakukannya di ruang kerja Paman. Dan untuk sampai ke tempat itu harus berjalan  melewati ruang keluarga, taman dengan air mancur serta kamar Mbak Wied (anak paman) barulah akan sampai di ruang kerja Paman. Perjuangan yang ngeri-ngeri sedap di malam hari.

                Sepi terasa saat itu. Bulu kudukku meremang ketika melewati taman. Apalagi teringat Mbak Wied sudah beberapa hari tidak di rumah, ada tugas dari kampusnya,


 

                Kuindahkan hal-hal yang menggelayuti pikiran. Aku fokus membetuk laporan. Malam semakin sepi hanya suara tak tik tuk dari keyboard yang kudengar, entahlah malam itu ada perasaan yang berbeda. Aku takut.

                Untuk menghilangkan rasa takut yang luar biasa, aku bersiul. Menyanyikan lagu sunda yang sangat kukagumi, namun baru beberap bait syair kudendangkan tiba-tiba terdengar suara wanita mengikuti laguku. Aku berhenti, seketika suara itu pun berhenti.  “Itu hanya lamunanku,” batinku. kembali bersiul namun kembali suara wanita itu terdengar  jelas mengikuti suaraku. Seketika panas dingin menyelimuti tubuhku. Tak peduli dengan komputer yang masih menyala, langsung ngacir ke kamarku. 


 

                “Jangan bersiul malam-malam, nanti ada yang ngikutin,” teringat ucapan Mamaku suatu hari, dan kini terbukti. ***

Selasa, 30 Juni 2020

Semut di Atas Jaket

  
Dimuat di Koran Merapi Yogyakarta, 6 Juni 2020

Semut di Atas Jaket
Oleh Nina Rahayu Nadea

                “Tidiit.” Klakson motor Terdengar. Aku segera membukakan pintu. Mempersilakan Mas Han untuk segera masuk..
                “Ayo, Mas duduk. Aku ganti baju dahulu. Mas mau minum apa?”
                “Terserahmu. Yang penting enak.”
                Pagi itu aku berencana ke luar. Selain mencari udara segar. Hal lain yang penting adalah membeli peralatan untuk acara pernikahan kami nanti. Menyicil. Supaya  tidak kerepotan nantinya.
                Beruntung aku akan bersanding dengan Mas Han. Laki laki yang selalu memanjakan. Selalu menyanggupi keinginanku. Benar benar lelaki  yang mengerti keinginan wanita. Beberapa kali aku menjalin hubungan. Selalu kandas. Penyebabnya? karena mereka tak mampu mengerti keinginan wanita. Hingga pada akhirnya aku merasa tak cocok.
                “Nek, aku pergi dulu yah.” Aku memeluk Nenek yang sedang duduk di kursi.
                “Kemana?”
                “Pergi bareng Mas Han. Nyari sesuatu.”
                “Hati-hati. Ingat pulangnya bawa oleh-oleh yah.”
                “Iya. Nenek nanti mau dibelikan apa?”
                “Biasa. Kesukaan Nenek saja.”
*
                Aku  merapatkan badan. Memeluk pinggang Mas Han erat. Ketika motornya melaju dengan kencang. Mas Han begitu piawai menjalankan motor, meskipun ngebut, aku menyukainya. Namun tak urung aku terhenyak, ketika tetiba sebuah truk di depan berhenti mendadak. Badanku nyaris jatuh jika saja tak segera memegang kencang jaket Mas Han. Rem mendadak membuatku gemetar.
                “Jangan cepat-cepat jalannya, Mas. Santai saja. Lagian kita tak diburu waktu.”
                “Iya. Maaf. Tadi truknya berhenti mendadak.” Mas Han berkata. Mengurangi volume motornya untuk kemudian melaju dengan kecepatan sedang.
                Aku kembali bersandar di punggung Mas Han. Lebih enak. Lebih relax. Dengan leluasa anganku mengembara merasakan sesuatu di dalam hati. Ingin segera kulalui waktu tiga bulan ke depan. Ingin segera kuuntai. Aku ingin segera resmi menjadi seorang nyonya. Nyonya Handoko Wibowo. Seorang lelaki berpenampilan  sederhana, yang  memanjakanku setiap saat. Aku begitu salut. Meski pun bekerja di tempat yang tidak terlalu besar. Mas Han gemar menabung.  Menyisihkan uang untuk bekal masa depan.
                Dan ketika usia pernikahan kami tinggal beberapa bulan lagi. Ia pun segera bersiap.  Beragam keperluan mulai ditata  dan sedikit demi sedikit kami mulai membelinya. Tapi di akhir bulan ini, ada banyak sekali peralatan yang kami beli. Semula aku ragu untuk mengutarakan pada Mas Han. Namun kiranya ia mengerti, malah ia yang pertama kali bertanya tentang kebutuhan bulan ini. Hingga raguku hilang.   Malah dengan mudah Mas Han memberikan sejumlah uang yang kuperlukan.  
                “Mas, kita ke toko pakaian dulu yah. Beli baju tidur dulu.” Ucapku, mendongakan kepala ke arahnya, memegang pipi yang tiba tiba nyeri karena gigitan sesuatu. Ah, kiranya seekor semut. Aku membuang semut di pipi. Mengambil cermin dari tas untuk sekedar melihat keadaan pipiku. Hem, sedikit merah.
                “Ke toko pakaian dulu....” Suaraku lebih keras, ketika tak ada jawaban dari Mas Han.
                “Iya.”
                Aku bahagia mendengarnya. Sama bahagianya dengan semut semut yang tiba tiba saja menyembul ke luar dari jaket Mas Han. Ke luar bukan hanya satu, tapi belasan. Sementara aku menjadikannya sebagai tontonan yang unik. Aku menatap mereka-para semut yang berjalan beriringan. Bekerja sama. Lama kutatap mereka. Namun pada akhirnya aku membuangnya juga. Ah, semut itu  kiranya ingin menyaksikan kebahagiaanku. Seperti gaib, ia tiba tiba datang dan berada di atas jaket Mas Han.
                Maka ketika motor melewati sebuah pertokoan. Kami pun turun di sana. Masuk. Memiilih milih pakaian yang cocok dengan badanku. Tentu dengan pilihan Mas Han. Dan tentu aku tak boleh menolak. Demi menyenangkannya. Tidak terpaksa sebenarnya, karena aku pun akan menyukainya. Lagian pilihan Mas Han  senantiasa cocok untukku.
*
Nenekku sedang menangis ketika aku pulang dengan Mas Han. Menangis sejadinya. Layaknya anak kecil kehilangan mainan kesayangan.
                “Kenapa Nek? Ada apa dengan Nenek, Bu?” tanyaku pada Ibu yang sedang merayu Nenek agar diam dari tangisnya.
                “Gigi palsu Nenek hilang, Rat.”
                “Nenek lupa nyimpen kali. Sudahlah jangan nangis dulu. Nanti Ratna cari dulu.” Ujarku berusaha menenangkannya. “Oh, iya, nih oleh-oleh buat Nenek. Kesukaan Nenek.” Aku membuka kantung belanjaan, memberikan sesuatu pada Nenek.
                Bukannya mengambil, Nenek malah marah dan membelakingiku.
                “Kenapa, Nek?”
                “Kamu malah meledek Nenek. Memberikan oleh-oleh segala!”
                “Tapi kan ini pesanan Nenek?” Aku bingung.
                “Kamu tau kan, gigi Nenek hilang.  Kalau ada, pasti gulali itu sudah Nenek makan sekarang. Kamu tahu kan Nenek sangat cinta gulali. Tanpa gigi palsu itu Nenek tak bisa mengunyahnya.” Nenek cemberut.
                “Sudahlan. Bu. Nanti sore kita ke dokter gigi yah. Kita buatkan gigi palsu yang baru.” Ibu berbicara halus.
                “Kamu tuh seperti ngak tau saja. Itu kan gigi pemberian bapakmu. Kenangan yang takan dilupa. Gigi emas yang susah didapatkan. Ah, lagian Nenek ngak mau gigi palsu baru. Nenek ingin gigi itu kembali sekarang.”
                “Iya...iya. sudahlah nanti kita cari dahulu.” Seisi rumah mulai kebingungan. Apalagi melihat Nenek yang menerus nangis. Yah, semua tahu. Bukan sekedar gigi sembarangan. Namun gigi palsu itu menyimpan banyak kenangan tentang almarhum Kakek. Menyimpan kenangan tentang aneka macam gulali yang dimakan. Itu  sebab mungkin yang membuat gigi Nenek rusak, hingga pada akhirnya di usia yang tidak terlalu tua, Nenek sudah menggunakan gigi palsu. Dengan gigi palsu itu pula Nenek sering mengisi lembaran lamunan. Membaca buku buku peninggalan Kakek, membuka lembaran poto poto. Sedari kecil Nenek pecinta gulali. Maka tak heran ke mana pun pergi, Nenek selalu membawa gulali.  Dan dengan gulali pula sedikit demi sedikit luka Nenek karena menerus mengingat Kakek sedikit terobati. Gigi palsu dan gulali adalah sebuah paket yang mungkin susah untuk dilepas. Kenangan yang terlalu mahal.
                Dengan membuka album kenangan lama. Nenek akan berlama lama duduk di kursi belakang rumah. Kursi di bawah pohon itu sengaja Ibu buatkan khusus untuk Nenek. Berlama lama di sana, membaca kenangan dahulu kala tanpa diganggu oleh banyak orang. Nenek suka menyendiri dengan kenangan di kepalanya. Dengan gulali di mulutnya.
                Maka ketika gigi palsu nenek hilang, semua orang menjadi bingung. Bingung karena Nenek bersikeras untuk mendapatkankan kenangannya kembali lewat gigi yang hilang. Namun tak mau menggantinya dengan yang baru.
                “Ya. Sudah. Sebaiknya Nenek beristirahat dahulu, yah. Nanti Ratna carikan. Pasti ketemu.“ Aku menuntun Nenek ke arah kamar. Diantara cucu yang lain Nenek memang lebih dekat denganku. Sedikit menurut. “Nenek jangan menangis dulu. Nanti Kakek sedih kalau lihat Nenek nangis.”Aku kembali berkata. Membuka pintu kamar dan menuntun Nenek ke arah tempat tidur. “Nenek tidur dahulu, yah. Pasti ketemu ketika Nenek bangun tidur.” Sebersit ide tiba tiba datang.
                Aku akan pergi ke dokter gigi sekarang juga. Mudah mudahan Dr. Doko. Dokter keluarga kami bisa membantu. Meski harus berbohong kepada Nenek. Kami berencana membuatkan gigi palsu untuk Nenek. Tanpa  perlu Nenek tahu. Bahwa itu adalah gigi baru.
                “Idemu bagus, Rat. Pergilah kau bersama Han.” Ibu mendukung ideku.
                “Di mana Mas Han, Bu?”
                “Lagi di air.”
                Segera aku menuju ke ruang tamu. Mengambil hasil belanjaan yang masih teronggok di sana.  Aha, semut itu... semut itu kembali terlihat di atas jaket Mas Han. Langkahku terhenti ketika melewati jaket Mas Han.
                “Semut lagi.” Gerutuku. Melihat dari arah mana sebenarnya semut itu datang. Kuikuti. Ternyata dari dalam saku jaket Mas Han. Persis di dalam jaket. Bukan di luarnya.
                Aku pun mengikuti gerak semut. Sambil membersihkannya.
                “Mungkin ada sesuatu dalam saku Mas Han.” Tanganku merogoh saku Mas Han. Sesuatu kuraba.  Dan segera kutarik ke luar. Kutelisik.
                “Hah. Gigi emas?” Aku  tercengang, gambaran aku kecil dan Nenek ketika mengunyah gulali bersama, menari di pelupuk mata.***


                Profil Penulis
Nina Rahayu Nadea. Menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Karyanya dimuat di:  Pikiran Rakyat, Galamedia, Kabar Priangan, Majalah Kartini, Analisa Medan, Radar Bojonegoro, Majalah Potret Banda Aceh, Majalah Baca Banda Aceh, Suara Karya, Suara Daerah, Majalah Kandaga, Majalah Mangle, SundaMidang, Galura,  Tabloid Ganesha, Tribun Jabar, Koran Merapi Yogyakarta, Majalah HAI, Majalah Loka Tasikmalaya, Majalah Guneman,  Sastra Sumbar, Majalah Bobo, Buletin Jejak, KOMPAS, Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Solo Pos, Joglo Semar, Radar Banyuwangi, Jabar Ekspres, Majalah Geliat, Rakyat Sultra-Sulawesi Tenggara,  Koran Pantura Probolinggo, Majalah Cianjur, Koran Haluan Sumatera, Medan Pos, dll